Kita baru saja merayakan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-75 tahun. Saya menganggap bahwa kemerdekaan adalah sebuah anugerah yang tak ternilai dari Tuhan YME bagi suatu bangsa yang ingin bersatu menjalankan visi dan misi kehidupannya hingga akhir peradaban.
Indonesia terdiri dari lebih 17.000 pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke, juga dihuni lebih dari 260 juta penduduk dengan banyak sekali ragam budaya dan bahasa.
Tak mudah bagi kita semua untuk tetap teguh dalam indahnya ikatan Bhinneka Tunggal Ika.. Apalagi di arus globalisasi seperti yang kini tengah kita hadapi. Berkembangnya teknologi, membuat keterbukaan informasi menjadi sangat masif. Konsekuensi akan hal itu membuat arus informasi menjadi sulit untuk dikendalikan.
Akibatnya rasa nasionalisme para generasi muda di Indonesia sedikit banyak mulai terkikis. Ditambah lagi intervensi akan budaya luar yang mulai mengakar dalam kehidupan, sedikit banyak menjadi batu sandungan tersendiri dalam menjalankan sebuah komintmen nasioalisme serta kemerdekaan yang telah diperjuangkan.
Kini kita akan menghadapi sebuah dekade yang sangat rumit. Ketika semua bisa kita lihat di balik layar layar, informasi hanya dalam usapan jari, dan dunia berada dalam genggaman. Propaganda pun bagaikan konsumsi sehari-hari.
Akan tetapi, ketika masalah lebih besar akan menghampiri, beberapa waktu terakhir banyak sekali bermunculan tren-tren baru yang cukup mengherankan.
Seperti membuat drama entah itu percintaan, ke"uwuan" bersama pasangan, datang ke nikahan mantan, konflik dengan orang lain, keprank-keprenk, perselingkuhan yang dibagikan ke kanal YouTube, mengisi pemberitaan di sosial media dan menjadi konsumsi publik....
Jika terus menerus terjadi, bagaimana kita selaku anak muda mampu memikul tanggung jawab sebesar ini? Bagaimana cara kita meneruskan peradaban yang telah dibangun oleh orang tua kita dahulu? Apa iya visi dan misi berkebangsaan kita harus direstrukturisasi kembali mengikuti perkembangan serta trend sosial media yang tak beresensi ini?
Apa kita rela kertas teks proklamasi yang penuh dengan tulisan dan coretan dahulu harus dibayar dengan tulisan bernada hate speech, hujatan, serta cacian di kolom komentar menyikapi sebuah drama konflik? Jujur ini tamparan bagi kita semua, termasuk saya sendiri secara pribadi. Sudah saatnya kita malu dan merefleksi diri.
Saya hanya meminta kepada kita semua wahai para pemuda, "Please, bring your positive vibes for Indonesia on the next journey.." Perjalanan kita masih panjang, bahkan negara kita belum 100 tahun merdeka.
Yuk, bersiap menghadapi satu dekade ke depan sebagai awal permulaan serta untuk mengetahui seberapa siap kita membawa Indonesia ke perjalanan selanjutnya.