Lihat ke Halaman Asli

Perjalanan Pendidikan Sebelum dan Sesudah Kemerdekaan serta Refleksi Mata Kuliah Filosofi Pendidikan Indonesia

Diperbarui: 19 Desember 2022   21:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perjalanan Pendidikan Indonesia dari sebelum kemerdekaan sampai sesudah kemerdekaan terus berkembang hingga saat ini dimulai dari inisiasi bupati dalam mendirikan sekolah kabupaten yang hanya mendidik calon pegawai pada tahun 1854 kemudian lahirlah sekolah-sekolah Bumiputera yang hanya memiliki 3 kelas di mana rakyat diajarkan untuk membaca, menulis dan berhitung, pada tahun 1920 lahirlah cita-cita baru yang mengimpikan perubahan radikal dalam pendidikan dan pengajaran. Karena pendidikan dan pengajaran yang diberikan sebelum kemerdekaan pada masa kolonial menghasilkan lulusan yang terasing dan kehilangan dasar-dasar nasionalnya. Untuk itu dibutuhkan upaya dalam mendidik kaum muda selain untuk membebaskan diri dari jeratan penjajah, pendidikan akan menjadi dasar kebudayaan nasional yang dapat mencerdaskan kehidupan masyarakat Indonesia. Keinginan untuk merdeka harus dimulai dengan mempersiapkan kaum bumi putra yang bebas, mandiri, dan pekerja keras. Sehingga generasi muda harus dipersiapkan agar kelak menjadi bangsa yang mandiri, sadar akan kemerdekaan, sehingga kemerdekaan itu dimiliki oleh orang yang terdidik dan memiliki jiwa yang merdeka.

Ki Hadjar Dewantara dikenal sebagai tokoh nasionalis yang memperjuangkan pendidikan bangsa Indonesia dengan cita-citanya yang ingin melakukan perubahan radikal dalam pendidikan dan pengajaran, cita-cita itu terwujud pada tahun 1922 dengan lahirnya Taman Siswa di Yogyakarta sebagai gerbang emas kemerdekaan dan kebebasan kebudayaan bangsa. Taman Siswa didirikan dengan maksud untuk meluaskan semangat pendidikan kepada generasi muda dengan mengusung konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang memerdekakan. Visi pendidikan Ki Hadjar Dewantara kembali digaungkan dalam pendidikan di masa sekarang atau masa sesudah kemerdekaan dengan slogan pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang memerdekakan. Konsep ini termaktub dalam tiga semboyan dalam bahasa Jawa, ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karya, tut wuri handayani. Artinya, di depan memberikan contoh, di tengah memberi semangat, dan di belakang memberi dorongan. Semboyan tut wuri handayani diabadikan dalam logo Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Tarigan et al., 2022).

Seorang pendidik diharapkan mampu mendidik peserta didik dengan memegang ketiga semboyan, dapat disimpulkan bahwa perjuangan Ki Hadjar Dewantara adalah bentuk investasi kepada generasi bangsa, dimana beliau ingin bangsa ini memiliki karakternya sendiri yang sejalan dengan nilai positif leluhur dan norma-norma yang berlaku, jika dikaitkan dengan konteks pendidikan sekarang maka sangat layak dan tepat saat ini menggunakan konsep pendidikan karakter dalam merdeka belajar. Kebijakan merdeka belajar yang digagas oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan memiliki relevansi terhadap pengembangan pendidikan karakter, selama ini pendidikan lebih menekankan pada aspek pengetahuan, sehingga aspek karakter dan ketrampilan kurang tersentuh (Ainia, 2020), hal ini dapat kita amati arus perkembangan zaman yang dimana budaya jati diri anak bangsa mulai tergerus oleh budaya barat, dan tentu jika dibiarkan hal tersebut akan berakibat menghilangkan ciri atau nilai asli dari bangsa ini, maka dari itu sudah sangat tepat digunakan era sekarang ini pendidikan karakter.

Melalui penguasaan materi 'Perjalanan Pendidikan Nasional' saya mendapatkan pengalaman baru yang saya peroleh dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara yaitu menumbuhkan imperative edukatif moral saya sebagai calon pendidik bahwa menjadi guru adalah panggilan, tugas dan pilihan hidup yang bernilai. Belajar dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara mengenai ide-ide pendidikan dan pengorbanan yang beliau lakukan dalam mengorbarkan semangat kerelaan dan kemurahan hati untuk mendampingi proses tumbuh kembang secara integral para generasi penerus bangsa, saya menyadari bahwa menjadi guru adalah pewaris semangat serta harus memiliki jiwa gotong-royong untuk saling belajar, berkarya dan berjuang demi kemajuan bangsa lewat dunia pendidikan. Pemikiran Ki Hadjar Dewantara diimplementasikan dalam visi mata kuliah Folosofi Pendidikan Indonesia yaitu 'Pendidikan itu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya sebagai manusia dan anggota masyarakat'. Karena pendidikan itu menuntun maka tugas utama sebagai pendidikan adalah menuntun. Dalam proses menuntun, saya perlu memahami tentang manusia Indonesia melalui pemahaman dan pemaknaan yang mendalam tentang Pancasila sebagai identitas dan entitas manusia Indonesia.

Pancasila menjadi pendoman Pendidikan Nasional, sebagai pendidik harus saling belajar untuk menumbuhkan spiritualitas, intelektualitas, motivasi dan kebanggaan sebagai pendidik yang terus membuka diri untuk belajar sambil berkarya dan berkarya yang menumbuhkan semangat saling belajar. Belajar menjadi ruang perjumpaan untuk menguatkan panggilan diri sebagai seorang pendidik dan manusia untuk menuntun kekuatan kodrat murid menjadi manusia Indonesia sesuai Profil Pelajar Pancasila yang di mana Profil Pelajar Pancasila ini akan saya upayakan untuk dipraktikkan di sekolah dengan berlandaskan kebutuhan peserta didik. Praktik pendidikan yang nanti akan saya terapkan di sekolah berlandaskan tiga semboyan dalam bahasa Jawa, ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karya, tut wuri handayani. Artinya, di depan memberikan contoh, di tengah memberi semangat, dan di belakang memberi dorongan. Jadi sebagai pendidik nantinya memberikan contoh nyata ketika di depan menjalankan semangat pada semua ketika di dalam kancah, dan dari belakang mendorong tercapainya cita-cita yang jalurnya diserahkan kepada kemerdekaan setiap orang.

Referensi:

Ainia, D. K. (2020). "Merdeka Belajar dalam Pandangan Ki Hadjar Dewantara dan Relevansinya Bagi Pengembangan Pendidikan Karakter." Jurnal Filsafat Indonesia, 3(3), 95--101.

Tarigan, M., Alvindi, A., Wiranda, A., Hamdany, S., & Pardamean, P. (2022). Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara dan Perkembangan Pendidikan di Indonesia. Mahaguru: Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar , 3(1), 149--159. https://doi.org/10.33487/mgr.v3i1.3922.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline