Lihat ke Halaman Asli

Yang Negatif yang Mengganggu

Diperbarui: 24 Juni 2015   13:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1368752227343267074

Sebagai makhluk sosial tentu sudah banyak sekali manusia di dunia ini yang kita temui. Mulai dari yang pendiam sampai yang tidak bisa diam. Bertemunya-pun di berbagai tempat; bisa di kantor, mall, pasar dan kampus. Kampuslah tempat di mana kita -yang notabenenya- seorang mahasiswa melakukan berbagai aktivitas dan banyak menghabiskan waktu di sana. Maka wajarlah jika ada beraneka wajah yang kerap saya jumpai tiap hari. Dan pastinya dengan kesan yang berbeda-beda dari satu individu ke individu lainnya. Di antara mereka ada yang sukanya ngomel, ketawa sampai ngakak bahkan nangis tersedu-sedu. Pertanyaannya adalah : dari bermacam-macam karakter manusia yang kita temui tadi, bagaimana caranya agar energi positif dari mereka bisa berpengaruh untuk diri kita?

Dalam hal ini saya beri contoh dari seorang dosen yang pada artikel sebelumnya pernah saya perkenalkan, Ibu Renny. Dalam perkuliahan, tentunya ada tugas-tugas yang diberikan, termasuk dalam perkuliahan beliau. Ada satu kalimat yang menarik dan menurut saya mencolok setiap kali pengumpulan tugas, misalnya tugas latihan SSIS, yaitu "Lho, kok benar semua. Padahal saya -berharapnya ada yang salah". Seakan-akan kecewa namun tetap ceria.

Kalimat tersebut memang nampak negatif, namun ada hal positif tersirat yang bermakna istimewa dan seharusnya kita adopsi untuk diri kita. Beliau bukan mendo’akan kita agar gagal apalagi senang kalau kita gagal!. Namun saya melihat, beliau sangat menghargai pengalaman dan belajar dari kegagalan.

Sungguh, seseorang yang sering mendapatkan ujian dalam hidupnya kemudian berusaha untuk menyelesaikan ujian tersebut dengan baik, maka ia akan lebih mahir dalam menyelesaikan setiap ujian hidup, baik ujian yang menimpa dirinya sendiri maupun ujian yang tertimpa pada orang lain.

Keteguhan, ketegaran, keikhlasan dan kesabaran senantiasa terlatih. Itulah jurus yang dapat diandalkan untuk menghadapi ujian hidup yang lebih besar. Semakin naiknya level ujian menandakan naik pula level keimanan. Di mana problem solvernya dikembalikan lagi, bagaimana pandangan Rabbnya atas setiap ujian tadi. Bukankah itu yang kita semua harapkan.

Ada juga, teman saya di kampus yang usianya sekitar lima tahun lebih tua, anggap saja namanya Budi. Ia sering sekali memandang sesuatu secara negatif, mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan hati, bahkan tidak segan-segan untuk ‘menjatuhkan’ orang lain. Saya pun pernah menjadi ‘mangsanya’. Rasanya sebel banget, namun bersyukur pemahaman saya cukup mampu menahan luapan emosi. Terlepas dari itu semua, ada hal positif yang dapat kita petik dari sana, apa itu? “Tidak memperlakukan orang lain sebagaimana yang kak Budi lakukan termasuk terhadap kak Budi. Tanya kenapa?! Karena tentunya kita tidak mau kan menjadi kepanjangan tangannya dan memberi rasa sakit yang sama pada orang lain seperti apa yang pernah kita rasakan.

Sesuatu yang positif dapat berubah menjadi negatif, sebaliknya sesuatu yang negatif bisa berubah menjadi positif tergantung dari kemahiran akal dalam memimpin tingkah laku. Karena seseorang akan berprilaku sesuai dengan apa yang ia pahami. Namun harus selalu di ingat, bahwa setiap manusia pasti memiliki kelebihan dan kekurangan dan hanya Allah-lah yang Maha Sempurna.

NB : - kalau suka, di Like ya - kalau bermanfaat, di share doong :D - kalau masih bingung, komen aja - jazakumullah khoir

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline