Carut-Marut Kinerja DPR untuk Legislasi
Badan Legislatif atau legislature mencerminkan salah satu fungsi badan tersebut, yaitu legislate atau membuat undang-undang. Beberapa sebutan lain yang sering dipakai untuk mengistilahkan badan legislatif, diantaranya Assembly yang mengutamakan unsur “berkumpul” dalam membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan publik, Parliament yaitu istilah yang menekankan unsur “bicara” (Bahasa Perancis : Parler) dan merundingkan. Di Indonesia istilah yang sering digunakan adalah representasi atau keterwakilan anggota-anggotanya dan dinamakan People’s Representative Body atau Dewan Perwakilan Rakyat. Badan legislatif merupakan simbol dari kedaulatan rakyat yang berhak menyelenggarakan kedaulatan itu dengan jalan menentukan kebijakan umum dan menuangkannya ke dalam undang-undang.
Badan legislatif di negara-negara yang menganut paham demokrasi (seperti Indonesia) disusun sedemikian rupa sehingga mewakili mayoritas dari rakyat dan pemerintah yang bertanggung jawab kepadanya atau dengan kata lain negara demokrasi di dasari oleh sistem perwakilan demokratis yang menjamin kedaulatan rakyat. Pendapat C. F. Stong mengenai tiga unsur negara demokrasi, yaitu representasi, partisipasi, dan tanggung jawab politik : Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang mayoritas anggota dewasa dari suatu komunitas politik berpartisipasi atas dasar sistem perwakilan yang menjamin bahwa pemerintah akhirnya mempertanggung jawabkan tidakan-tindakannya kepada mayoritas itu (A system of government in which the majority of the grown members of a political community participate through a method of representation which secures that the government is ultimately responsible for its action to that majority). 1
___________
1 Strong Modern Political Constitutions, hlm.13.
Pewakilan atau representasi adalah konsep bahwa seorang atau kelompok yang mempunyai kemampuan atau kewajiban untuk bicara dan bertindak atas nama suatu kelompok yang lebih besar. Pada umumnya perwakilan dibedakan menjadi dua kategori yaitu perwakilan politik (political representation) dan perwakilan fungsional (functional representation). Di Indonesia konsep perwakilan yang digunakan adalah perwakilan yang bersifat politik (political representation) anggota badan legilatif mewakili rakyat melalui partai politik yaitu para anggota DPR yang dililih dalam pemilihan umum dan perwakilan regional (regional representation) yang dikenal setelah perubahan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu DPD sebagai perwakilan daerah yang juga dipilih dalam pemilihan umum.
Beberapa fungsi badan legislatif dintaranya fungsi legislasi, disinilah tugas utama badan legislatif terletak di bidang perundang-undangan. Dalam membahas rancangan undang-undang dibentuk panitia-panitia yang berwenang untuk memanggil menteri atau pejabat lainnya untuk dimintai keterangan seperlunya dan biasanya sidang-sidang panitia legislatif diadakan secara tertutup. Selain fungsi legislasi adapula fungsi kontrol, yaitu menjalankan peran legislatif di bidang pengawasan dan kontrol sebagai kewajiban untuk mengawasi aktivitas badan eksekutif agar sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Pengawasan dilakukan melalui sidang panitia-panitia legislatif dan melalui hak-hak kontrol yang khusus, seperti hak bertanya kepada pemerintah mengenai suatu masalah, hak interpelasi untuk meminta keterangan kepada pemeritah mengenai kebijakan di suatu bidang, hak angket untuk megadakan penyelidikan sendiri, dan hak mosi pengunduran diri kabinet (terjadi pada sistem pemerintahan parlementer Indonesia).
Di antara fungsi badan legislatif yang paling penting ialah menentukan kebijakan (policy) dan membuat undang-undang, untuk itu badan legislatif diberi hak inisiatif, hak untuk mengadakan amandemen terhadap rancangan undang-undang yang disusun oleh pemerintah, dan terutama di bidang budget atau anggaran. Fungsi badan legislatif yang penting selanjutnya adalah menontrol badan eksekutif agar semua tindakan badan eksekutif sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan (scrutiny, oversight), untuk menyelenggarakan tugas ini badan perwakilan diberi hak-hak kontrol khusus. Disamping itu terdapat banyak badan legislatif yang menyelenggarakan beberapa fungsi lain seperti mengesahkan (ratify) perjanjian-perjanjian internasioal yang dibuat oleh badan eksekutif.
Jika pembahasa-pembahsan mengenai badan legislatif beserta beberapa fungsi yang dijalankan oleh badan legislatif tersebut kita kaitkan dengan keadaan badan legislatif sekarang ini (DPR hasil pemilu 2014), maka banyak masyarakat Indonesia yang beranggapan bahwa partai politik dan perwakilan yang berdasarkan kesatuan-kesatuan politik seperti DPR khususnya DPR hasil pemilu 2014 mengabaikan berbagai kepentingan dan kekuatan lain yang ada di dalam masyarakat. Hal ini tercermin dari kinerja DPR hasil pemilu 2014 yang dalam menjalankan fungsi legislasi DPR hasil pemilu 2014 dapat dikatakan tidak efisien karena selama masa sidang pertama hingga masa sidang ketiga kinerja DPR nol undang-undang.
Kinerja DPR hasil pemilu 2014 yang sama sekali belum menghasilkan undang-undang tidak sebanding dengan anggaran yang dikeluarkan negara sekitar Rp 432 miliar untuk setiap bulannya atau sekitar Rp 3 triliun selama tujuh bulan guna dialokasikan sebagai kinerja legislasi, anggaran, pengawasan, dan penguatan kelembagaan dewan dan anggaran Setjen. Dalam tiga kali masa sidang DPR, banyak prioritas prolegnas pembahasan undang-undang yang tidak selesai dibahas dan belum ada produk undang-undang yang disahkan oleh DPR selain penetapan Perppu KPK. Bahkan beberapa RUU belum bisa dibawa ke rapat paripurna lantaran proses harmonisasi internal legislasi belum terselesaikan, diantaranya RUU Perumahan Rakyat, RUU Penjamin dan RUU Larangan Minuman Alkhohol.
Seperti diketahui, DPR, DPD, dan Pemerintah telah menyepakati 37 RUU menjadi Prolegnas Prioritas 2015 yang terdiri dari 26 RUU usulan DPR, 10 RUU usulan Pemerintah, dan 1 RUU usulan DPD. Konsekuensi dari adanya sejumlah RUU yang diprioritaskan adalah sudah adanya Naskah Akademik (NA) dan naskah RUU-nya yang menjadi syarat RUU bisa diprioritaskan. Seharusnya DPR, DPD, dan Pemerintah sudah dapat menjalani proses pembahasan terhadap 37 RUU tersebut.
Ketika DPR hasil pemilu 2014 lebih banyak mengalokasikan waktu reses, maka akselerasi proses legislasi akan menjadi kebutuhan alat kelengkapan DPR, fraksi hingga Setjen DPR yang otomatis menjadikan masa sidang akan lebih sedikit. Keberadaan RUU Penyandang Disabilitas adalah contoh RUU yang sudah disampaikan usulannya kepada DPR oleh berbagai kelompok yang menjadi pemangku kepentingan sehingga fraksi-fraksi dan Setjen DPR sangat berpeluang tidak memulainya lagi dari awal. Disisi lain, Pemerintah dalam hal ini Pesiden dapat menentukan sejumlah RUU yang bisa disampaikan Naskah Akademik dan naskah RUU-nya kepada DPR, salah satunya adalah RUU KUHP. Begitu pula bagi DPD yang mengusulkan RUU Wawasan Nusantara dan masuk dalam Prolegnas Prioritas 2015, maka Naskah Akademik dan naskah RUU-nya seharusnya sudah siap untuk disampaikan kepada DPR dan Pemerintah.
Terkait dengan rencana penetapan hari legislasi, sebenarnya perlu diingat pula bahwa ketika DPR periode lalu merencanakan dua hari sebagai hari legislasi, target Prolegnas Prioritas tahunan maupun long list tetap tidak tercapai juga. Solusi hari legislasi cenderung reaksioner dan ditujukan pada hilir pesoalan. Padahal hulu permasalahan ada apa desain Prolegnas yang bermasalah. Wajah anggota DPR berganti tiap periodenya, akan tetapi desain Prolegnasnya masih tetap menggunakan desain yang bermasalah, maka DPR dan Pemerintahakan megalami berulang kali kegagalan capaian Prolegnas sekalipun ada hari legislasi.
Seharusnya DPR dan Pemerintah mengganti desain Prolegnas yang digunakan sekarang ini dengan belajar dari kegagalan desain Prolegnas yang bermasalah dari tahun-tahun sebelumnya bukan malah menggunakan desain Prolegnas itu kembali, agar target Prolegnas tahunan maupun long list dapat tercapai. Kemudian, perlunya dorongan dari berbagai pihak khususnya Presiden, Wakil Presiden serta Pemerintah untuk meninjau dan mengevaluasi kinerja DPR hasil pemilu 2014 agar lebih baik dan lebih baik lagi.
SUMBER:
Budiardjo, Miriam. 2008. Edisi Revisi: Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Diskusi Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Formappi. (Jakarta Timur, Kamis 21 Mei 2015)
Pemaparan Ronald Rofiandri. Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK). Minggu, 17 Mei 2015 dalam Metrotvnews.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H