Lihat ke Halaman Asli

Akte Kelahiran dan Pengasuhan sebagai Hak Dasar Seorang Anak

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akte Kelahiran dan Pengasuhan sebagai Hak Dasar Seorang Anak

Oleh Ismi Fatimah

Mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum

Fakultas Ilmu Sosial - Universitas Negeri Yogyakata

Hak Asasi Manusia, yang sering kita sebut dengan HAM adalah hak yang melekat pada tiap-tiap individu. Menurut UU No.39 Tahun 1999 : “Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada hakikat dan keberadaanmanusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia”. Hak asasi manusia yang seharusnya dipenuhi oleh tiap-tiap individu tanpa terkecuali dalam kenyataannya belum sepenuhnya terpenuhi secara maksimal, pada akhir-akhir ini sering kita lihat dan kita dengar dalam media cetak maupun elektronik mengenai problematika untuk mendapatkanakte kelahiran dan pengasuhan sebagai hak dasar seorang anak.

Anak adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang mana sebagai titipan Tuhan kepada seseorang yang harus dijaga, dirawat, dan dipenuhi segala hak-haknya. Yang termasuk anak dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam Pasal 1, “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan” . Mengenai hak mendapatkan akte kelahiran, yang mana akte kelahiran merupakan hak bagi setiap anak tanpa terkecuali sebagai bukti kewarganegaraan seseorang serta sebagai identitas diri. Sedikitnya sampai saat ini kurang lebih 40 juta anak Indonesia tidak memiliki akte kelahiran padahal akte kelahiran adalah hak sipil yang paling dasar bagi tiap-tiap individu.

Tidak dicatatnya kelahiran anak pada pencatatan sipil merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan negara, dalam hal ini berarti negara telah melakuakan pelanggaran dalam bentuk diskriminatif terhadap anak yang lahir dan tidak dilakukannya pencatatan sipil akibatnya anak tersebut tidak memiliki status kewarganegaraan dan identitas diri yang sah (tertulis) sebagai bukti anak biologis seseorang. Tidak adanya akte kelahiran sebagai bukti kewarganegaraan seseorang berarti tidak diakuinya seseorang dalam suatu negara tersebut sebagai warga negara, sedangkan mengenai akte kelahiran sebagai identitas diri jika tidak dilakukan pencatatan sipil maka dapat dipastikan membuka peluang untuk kasus pemalsuan identitas diri seseorang.

Mengapa hal ini bisa terjadi ? Menurut saya kasus 40 juta anak Indonesia tidak mempunyai akte kelahiran bukan karena kesalahan orang tua yang tidak ingin mencatatkan anak biologis mereka pada pencatatan sipil, namun di karenakan dalam membuat akte kelahiran ditemui beberapa hambatan diantaranya biaya pembuatan akte kelahiran yang tidak murah sampai pada proses pembuatan akte kelahiran yang lama dan dipersulit oleh pihak-pihak tertentu (bagian administratif)pencatatan sipil.

Pemenuhan hak anak atas akte kelahiran sudah menjadi kewajiban negara dalam pemenuhannya. Melihat akan pentingnya akte kelahiran dalam mengurus hal-hal yang sifatnya administratif seperti syarat pendaftaran sekolah, pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), pembuatan Kartu Keluarga (KK) dan lain sebagainya. Selain itu akte kelahiran juga berfungsi bagi individu dalam mendapatkan hak-haknya serta sebagai kekuatan hukum untuk menuntut hak-haknya dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya, maka dalam hal ini diharapkan negara dapat lebih mempermurah dan mempermudah dalam pembuatan akte kelahiran agar terpenuhi hak dasar anak dalam hal ini hak mendapatkan akte kelahiran sebagai bukti kewarganegaraan dan identitas diri seseorang.

Selain itu mengenai hak pemeliharaan atau pengasuhan yang mana jugamerupakan hak dasar seorang anak, keluarga sebagai agen sosialisasi yang berperan sebagai tempat pemeliharaan dan pengasuhan seluruh anggota keluarga terutama anak. Di dalam Pasal 28  B ayat 2 UUD RI Tahun 1945 diatur masalah pengaturan hak asuh anak yang menegaskan bahwa “setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Demikian juga ditegaskan dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menegaskan “setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.”

Dewasa ini sering terjadi pergunjingan mengenai hak pengasuhan anak, dalam hal ini pengasuhan anakkorban perebutan kuasa asuh sebagai akibat perceraian kedua orang tua. Pengasuhan anak mencakup hak akan pemenuhan kebutuhan psikis anak dan pemberian stimulasi untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan anak secara maksimal. Perebutan kuasa asuh berdampak pada gangguan psikologis (pola pikir) anak sebagai hambatan dalam pemenuhan kebutuhan psikis akibat tuntutan anak yang harus menentukan keberpihakkannya kepada salah satu diantara kedua orang tuanya.

Anak yang dianggap sebagai harta benda yang paling berharga terkadang harus diperebutkan setelah adanya keputusan untuk bercerai, yang menyebabkan anak tidak mendapatkan hak pengasuhan akan kedua orang tuanya sebagai hak dasar akan dirinya. Pada saat inilah anak akan terombang-ambing dalam perebutan orangtuanya, hingga menjadi salah satu pemicu adanya tindak kekerasan terhadap anak, termasuk kasus-kasus penculikan, penyekapan sampai pada akhirnya pada kasus penganiayaan yang dilakukan oleh orang tua kandungnya sendiri.

Dalam hal ini yakinlah pengadilan sudah memutuskan bahwasannya pola pengasuhan anak berada di tangan kedua orang tua walaupun sudah tidak ada ikatan perkawinan diantara keduanya. Namun, terkadang orang tualah yang terlalu menurutiegonya masing-masing dalam hak pengasuhan anak berada di satu tangan. Maka diharapkan orang tua untuk lebih bijaksana dalam memenuhi hak pengasuhan anak yakni dengan mengasuh secara bersama.

Mengingat pentingnya akan hak mendapatkan akte kelahiran dan pengasuhan, sebagai hak dasar seorang anak maka di harapkan negara berkontribusi lebih banyak lagi dalam penyikapan menegenai penyelesaian problematika hak dasar seorang anak, serta perlindungannya sebagai bagian dari hak asasi manusia. Tentunnya setiap manusia (anak) ingin dilindungi dan memperoleh haknya, sudah sekiranya semua pihak tidak hanya negara atau pemerintah, tetapi semua warga negara harus turut serta dalam melindungi, menegakkan dan memenuhi HAM serta saling menghormati dan menjunjung tinggi atas hak dan kebebasan orang lain, agar terciptanya kehidupan yang rukun dan damai tanpa adanya prilaku yang saling menindas satu sama lain (Pelanggaran Hak Asasi Manusia).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline