Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi suatu bangsa. Namun, jika kita melihat kondisi ekonomi di Indonesia ini menjadikan hal tersebut sebagai salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat merasa tidak mungkin untuk masuk ke dunia pendidikan. Masyarakat yang kondisi ekonominya rendah biasanya akan putus sekolah. Dan putus sekolah inilah yang akan mengakibatkan rendahnya pendidikan di suatu daerah.
Angka buta huruf (ABH) menjadi salah satu indikator tingkat pendidikan. Pengertian dari Angka buta huruf (ABH) adalah rasio penduduk usia tertentu yang tidak dapat menulis dan/atau membaca huruf-huruf latin atau huruf lainnya terhadap penduduk usia tertentu (Badan Pusat Statistik, 2009).
Menurut Badan Pusat Statistik, Jawa Timur merupakan provinsi yang memiliki angka buta huruf tertinggi di Pulau Jawa (Badan Pusat Statistik, 2020). Pada tahun 2019, Badan Pusat Statistik Kota Malang menyebutkan bahwa persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang mengalami buta huruf di Kota Malang pada tahun 2019 sebesar 1,69% .
Jika kita melihat dari data di atas, diharapkan setiap masyarakat harus mendapatkan pendidikan karena pendidikan merupakan hal primer atau hal yang sangat dibutuhkan oleh seluruh lapisan masyarakat. Dengan pendidikan yang bagus, maka suatu bangsa juga perlahan akan berkembang, tetapi pada kenyataannya di Indonesia, terutama di daerah Jawa Timur masih banyak ditemukannya masyarakat yang buta huruf.
Program BaTuHi atau baca, tulis, dan hitung, merupakan sebuah program yang ditujukan untuk meminimalisasi angka buta huruf dan hanya berfokus di kota Malang. Selain sebagai upaya minimalisasi buta huruf, program BaTuHi ini juga dapat membantu pendidikan anak-anak dengan ekonomi rendah. Dan usaha yang perlu dilakukan adalah memberikan pendidikan dasar baca tulis hitung kepada anak-anak dengan menggunakan konsep permainan yang menyenangkan dan mudah dimengerti.
BUTA HURUF DI KOTA MALANG
8 dari 9 daerah Kota yang berada pada Provinsi Jawa Timur, memiliki angka buta huruf yang tergolong rendah, yaitu Kota Surabaya, Kota Batu, Kota Kediri, Kota Pasuruan, Kota Mojokerto, Kota Malang, Kota Blitar dan Kota Madiun (Andiyono et al., 2013, 446).
Pada tahun 2019, angka melek huruf untuk warga usia 15 tahun ke atas di kota Malang masih di bawah 94,60%. Keadaan ini menurun dibandingkan dengan tahun 2017 yang menyentuh angka 95%. Artinya, pada tahun 2019 ada sekitar 150 ribu warga yang buta huruf pada usia 15 tahun ke atas. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) kota Malang, setiap tahunnya yaitu pada tahun 2019-2021, angka buta huruf perempuan lebih tinggi dari angka buta huruf laki-laki. Tahun 2021 saat ini, sebanyak 0,60% laki-laki mengalami buta huruf dan perempuan sebanyak 2,39%.
Dari kutipan tersebut, kita bisa simpulkan Kota Malang merupakan salah satu kota di Jawa Timur yang memiliki angka buta huruf yang masih tergolong rendah. Meskipun masih tergolong rendah, buta huruf pada masyarakat ini bisa menyebabkan tidak maksimalnya pertumbuhan daerah tersebut dalam berbagai bidang, baik pendidikan dan ekonominya. Hal ini juga akan berdampak pada keberlangsungan hidup mereka (yang mengalami buta huruf) karena melek huruf tentunya merupakan hal yang paling dasar dalam dunia pendidikan. Buta huruf bisa menghambat mereka dalam banyak hal seperti, berkomunikasi, memperoleh informasi dan mendapatkan pekerjaan yang layak.
Oleh karena itu, kita harus terus meminimalisasi angka buta huruf di Kota Malang dengan mengadakan penyuluhan atau program-program yang berkaitan dengan buta huruf. Salah satu contoh dari program-program yang bisa untuk meminimalisir angka buta huruf di Kota Malang adalah BaTuHi. Program BaTuHi merupakan sebuah program Baca, Tulis dan Hitung dengan mengusung konsep sebuah permainan atau games yang menyenangkan karena akan lebih mudah diterima oleh anak-anak.
BATUHI UNTUK MEMINIMALISASI ANGKA BUTA HURUF DI KOTA MALANG