Hidup di tengah-tengah kerasnya kota metropolitan tentu bukan perkara mudah.
Mampu bertahan melalui hari demi hari dengan segudang kesusahan saja sudah syukur, apalagi masih bisa makan tiga kali sehari tentu nikmat yang luar biasa.
Uang sakunya cukup untuk bertahan beberapa minggu ke depan. Entah untuk selanjutnya. Beruntung ia mendapat tumpangan tempat tidur di kontrakan kawan lama. Bisa menghemat sedikit pengeluaran. Terima kasih untuk sahabat yang berbaik hati untuknya.
"Ikut gue aja yok, lo kan butuh kerjaan nih!" Dinda sibuk melipat baju lalu menatanya di almari. Gadis itu cukup rajin ternyata. Dulu seingatnya di rumah kebiasaan manja. Ah, memang hidup di tanah rantau sanggup mengubah seseorang belajar mandiri.
"Ngak dulu deh, gue kan mau kerja tuh di pabrik mattel," tolak Adera.
"Yakin lo? Anak mami kek elo mana bisa sih kerja berat gitu," dengan senyum meremehkan tangannya berganti menuang teh kedalam cangkir menyodorkan pada sahabatnya.
"Makasih..lo juga kenapa sekarang mendadak sok rajin gitu? Ya pasti gue bisa lah," yakin Adera sembari mengepalkan tangan.
"Oke taruhan ya, pasti seminggu aja lo ga bakal betah gue jamin deh," jawab Dinda seratus kali lebih yakin.
"Elo mah bukan malah nyemangatin gue, Din. Sahabat apaan lo," melempar bantal leher kearah Dinda. Orangnya sudah menghilang di balik pintu biru.
"Bukan gitu kali Ra, ya gue yakin aja gitu kalo lo ngak bakal betah disana. Catet nih omongan gue," pungkas gadis berambut warna pirang sebagian itu.
"Udah ah bentar gue mau nabung emas jangan ajak ngobrol," lanjutnya dari dalam kamar mandi.