Lihat ke Halaman Asli

Lihat Tangisnya, Bukan Cantiknya

Diperbarui: 25 Januari 2016   02:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum jam itu, ceria sangat wajah itu terasa. Namun entah mengapa ronanya berubah. Cengeng menjelang satu jam lagi. Bukan cengeng sih tapi wajar karena 17 tahun segera berlalu. Dia punya Ibu, Dia punya Ayah.  Dari dua tanggung jawab itu, suatu saat nanti Dia akan menjadi Ibu, istri dari suaminya dan ....., Dia menangis. Lalu bertanya.

"Mengapa Saya Menangis?

“Sebab Adik adalah perempuan,,,”

“Siapa bilang Aku cowok, g’ paham kak,,” jawabnya.

 [caption caption="Tangisanku"][/caption]

Hanya tersenyum dan mengecup keningnya, kemudian berbisik, “Aku tidak melihat cantikmu, Aku hanya meratap tangismu”.  

Pintu diketuk dan kami terkejut. Sebentar lagi lilin diatas kue bertuliskan angka 18 tahun ditiup. Sebentar lagi tepuk tangan dan nyanyian Selamat Ulang tahun akan mengiringi senyumnya. Tapi masih menangis.

Kembali bertanya,  kepada pita warna-warni yang terpasang di kamar itu.

“Mengapa saya menangis, wahai Pita?.

“Jangan tanya Aku,  karena Aku tak pernah menangis, aku hanya mengiringi moment-moment seperti ini, dipotong, sesudah itu mendengar gema aplus,” jawab Pita.

“Baiklah, hari ini Aku tak akan memotongmu, Kamu hanya menjadi saksi bahwa 17 tahun sudah berlalu.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline