Satu lagi yang istimewa dari Jogja, pertamakalinya di Indonesia Kota Jogja mencanangkan sebagian kawasan jalan protokolnya menjadi "Kawasan BebasSampah Visual", Selasa (2 Oktober 2012)
[caption id="attachment_209297" align="alignnone" width="500" caption="Reresik sampah Visual di kawasan bebas sampah visual Jogja. foto:hageng"][/caption]
Sekali genjot pedal ada tiga agenda sekaligus terlampaui. Memperingati HUT Kota Jogja 256, Hari Batik dan Hari Kesaktian Pancasila, Pemkot Yogyakarta bersama komunitas Sampah Visual menggelar acara sepedaan sembari bersih-bersih sampah visual. Bertajuk Gowes Jogjaku Resik, sepedaan sembari bersih-bersih sampah visual.
Dimotori langsung oleh Walikota Jogja Haryadi Suyuti, sepedaan yang diikuti ratusan pesepeda ini mengambil start di Kantor Kecamatan Gondokusuman. Titik awal reresik sampah visual dimulai di batas kota depan Saphir menuju ke barat hingga finish di kantor Kecamatan Jetis melalui jalan Solo/jalan Urip Sumoharjo, jalan jendral Sudirman dan jalan P Diponegoro.
Sepanjang jalan, Walikota Jogja Haryadi Suyuti memimpin langsung reresik sampah visual ini berkolaborasi dengan Ketua Komunitas Sampah Visual Sumbo Tinarbuko. Sampah visual merupakan iklan luar ruang yang ditempatkan tidak semestinya, beberapa ditemukan dipaku di pohon, ditempel di tiang listrik dan juga ditancapkan di taman berupa rontek, umbu-umbul maupun stiker.
[caption id="attachment_209299" align="alignnone" width="500" caption="Walikota Haryadi Suyuti dan perwakilan lembaga kepolisian menurunkan sampah visual milik lemb kepolisian. foto:hageng"]
[/caption]
“Momentum ini saya harapkan menjadi awalan bagi tumbuhnya kebersamaan dan kepedulian masyarakat untuk lingkungan Kota Yogyakarta yang bersih terbebas dari keberadaan sampah visual. Masyarakat jangan sampai salah persepsi, iklan luar ruang harus berijin dan ditempatkan semestinya. Ayo bersama-sama jangan menaruhnya di pohon, tiang listrik, lampu APILL dsb,” ujar Haryadi.
“Sekaligus saya meluruskan ke seluruh masyarakat bahwa sego segawe tetap ada di Kota Jogja, tetap menjadi spirit bagi warga masyarakat dan bagian dari gaya hidup sehat. Mari jadikan segosegawe sebagai life style dalam rangka mengasah kepedulian terhadap lingkungan dan kesehatan,” tandas Haryadi.
[caption id="attachment_209300" align="alignnone" width="500" caption="Sepedaan yuuukkk..... sembari reresik sampah visual. foto:hageng"]
[/caption]
Kegiatan ini juga dijadikan titik pencanangan “Kawasan Bebas Sampah Visual” di sepanjang jalan Solo/Urip Sumoharjo, jalan Jendral Sudirman, dan jalan P Diponegoro.
Sedangkan penggiat reresik sampah visual Sumbo Tinarbuko mengatakan sebagai pemerhati ruang publik terutama keberadaan sampah visual, pihaknya sudah mensosialisasikan ‘sampah visual’ ini sejak 6 bulan lalu.
“Yogyakarta adalah Kota Kebudayaan, isinya anak muda kreatif yang peduli dengan lingkungannya. Keberadaan sampah visual secara psikologis akan menjadi terror visual kepada siapapun. Informasi pada sampah visual itu menggugah orang untuk bergaya hidup konsumtif mengajak membeli sesuatu yang baru demi mengejar gengsi,” katanya.
“Kami bukan berarti melarang adanya iklan luar ruang, namun keberadaan ILR tersebut seyogyanya ditata dan ditempatkan semestinya. Kami harap kedepan Jogja akan jadi kota percontohan untuk hal ini,” terang pengajar di ISI Yogyakarta ini.
[caption id="attachment_209301" align="alignnone" width="500" caption="Membakar sebagian kecil sampah visual hasil pembersihan sbg simbol "]
[/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H