Lihat ke Halaman Asli

Bincang Bareng Anggito Abimanyu di Kompasiana MODIS

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

[caption id="attachment_211754" align="aligncenter" width="500" caption="Pak Anggito main "flute" bersama grup band Koala. foto:isma2010"][/caption]

Kompasiana Modis kembali digelar di Kota Jogja Sabtu (31/07). Ajang diskusi para blogger yang tergabung di kompasiana(dot)com ini berlangsung seru dengan tampilnya ekonom senior Anggito Abimanyu. Berlangsung di Gedung Telkom Kotabaru, diikuti sekitar seratus orang aktivis blogger Jogja. Pada saat bersamaan juga dilakukan peluncuran buku hasil ngeblog di Kompasiana. Buku berjudul “Pak Beye Dan Istananya” karya Mas Wisnu Nugroho yang wartawan Kompas itu. Kereeenn… hasil ngeblog bisa terbit buku. Kapan neeh teman-teman Kompasianer lain menyusul…???

[caption id="attachment_211757" align="aligncenter" width="500" caption="Siapa belom kenal Mas Inu ??? (foto:isma2010)"][/caption]

Pak Anggito tampil memukau dengan alunan alat musik tiup “flute” kesayangannya. Baginya “flute” yang sudah menemani sejak sepuluh tahun terakhir itu adalah istri keduanya. Menurut pengakuannya kemanapun pergi “flute” itu selalu setia menemaninya. Bersama grup band “Koala” yang berawak sesama alumni SMAN 3 Yogyakarta seperti dirinya, Anggito mengalunkan beberapa judul lagu untuk para blogger Jogja. Suasana segar begitu terasa sesaat sebelum acara diskusi dimulai.

Mas Iskandar sebagai pemandu diskusi segera mempersilakan Pak Anggito duduk di kursi depan menghadap para peserta. Diskusi diawali dengan cerita pak Anggito tentang boyongannya ke Jogja beberapa waktu lalu.

Pak Anggito dan Mas Iskandar di Kompasiana Modis. (foto:isma2010) Kerinduannya terhadap Jogja selalu muncul hingga beliau betul-betul hijrah boyongan ke Jogja. Pak Anggito mengaku kembali ke Jogja merupakan sebuah karunia. “Di Jogja saya punya banyak memori indah.”

“Sebelumnya saya tidak pernah bermimpi menjadi ekonom. Itu sebuah kecelakaan karena sewaktu muda saya suka musik dan olahraga basket. Lulus dari SMA saya ingin masuk ke Akademi Musik, namun tidak diperkenankan oleh keluarga,” kata ekonom senior pengagum Gus Dur ini.

“Di Departemen Keuangan, saya dianggap belom pantas menjadi eselon I karena kepangkatan belum cukup. Pada birokrasi pemerintah memang pemilihan pejabat tidak berdasarkan ‘meryt system”. Meski “good people” tidak akan bisa masuk dalam jajaran pemerintahan karena terkendala factor kepangkatan,” tandasnya.

Pak Anggito tidak pernah merasa menyesal sedikitpun setelah selama 10 tahun mendampingi menteri keuangan, dan saat ini kembali ke almamater. “Saya tidak pernah merasa menyesal, justru beruntung. Saya kembali ke Jogja untuk menjalankan impian memberi bimbingan terhadap anak didik di UGM. Saya masih optimis masa depan Indonesia akan lebih baik lagi karena SDM-nya juga bagus. Lulusan universitas juga bagus. Saya akan tetap berkarya memberikan yang terbaik dimanapun berada.”

Pak Anggito orang pertama dalam sejarah Indonesia yang keluar dari pemerintahan dari jabatan eselon I. “Saya adalah orang pertama dalam sejarah pejabat eselon I yang mengundurkan diri. Selama ini belum pernah ada eselon I yang mengundurkan diri.”

Ketika ditanya tentang birokrasi yang tidak merit system, dengan panjang lebar Pak Anggito berbagi pandangannya. Saat ini masih banyak birokrat yang hanya mencari keuntungan sendiri.

“Contohlah pemimpin yang bisa menunjukkan sifat kesederhanaan. Pemimpin yang bisa membangun system. Di Depkeu sudah dilakukan system renumerasi. Meski begitu masih ada birokrat yang seringkali merasa kurang cukup dan mencari-cari lagi. Tetapi banyak juga yang tidak pernah merasa cukup, ngelaba terus. “

“Kalau sudah begitu, dosa terbesar birokrasi ada pada perencana. Pada waktu reformasi birokrasi di Depkeu gaji telah disesuaikan dengan tanggungjawab. Namun ternyata masih ada birokrat yang merangkap menjadi komisaris. Sudah digaji tinggi masih ngurus yang lain. Pekerjaan sampingan menjadi pekerjaan utama, pada jam kerja lagi. Sistem harus ditegakkan, harus ada yang mengawasi,” tegasnya.

“Tahun 2006 saya keluar dari komisaris PT Telkom begitu juga beberapa teman lain. Menjadi contoh tidak bagus kalau birokrat masih nyambi di tempat lain. Hal itu bisa dikatakan korupsi. Karenanya system dan disiplin harus ditegakkan. Ada job diskripsi yang jelas, output dan outcome terukur, dan remunerasi yang memadai.”

“Untuk menjadi benar harus membutuhkan leader yang tegak dan tegas. Kuncinya ada dua yaitu ada yang memberi contoh teladan dan membangun system yang bebas korupsi. Birokrat harusnya loyal pada system, namun kejujuran lebih utama. Di akherat akan ditanya harta datangnya darimana. Apa yang anda cari dalam hidup : ibadah, ilmu yang bermanfaat..??”

“Ga usah diurus pangkat yang penting bekerja dengan baik jujur, lillaahitaala. Saya merasa bersyukur, saya ngga mimpi jadi pejabat. Bangun kosakata : tidak menyakitkan hati orang. Mari membangun generasi yang lebih baik sopan dan jujur,” pungkasnya.

Itulah beberapa hal yang saya petik dari bincang bareng dengan Pak Anggito. Sungguh sangat bijaksana dalam menyikapi keadaan yang ada. Saya rasa Pak Anggito seorang ilmuwan yang tidak saja mengejar kehidupan di dunia namun beliau juga sangat konsen terhadap tujuan hidup. Bahwa tujuan hidup yang sebenarnya menurut beliau adalah masuk surga. Amiin.

[caption id="attachment_211764" align="aligncenter" width="288" caption="Kompasianer yg narsis.... (foto:gugun)"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline