Lihat ke Halaman Asli

Makna “Dikuasai Oleh Negara” Dalam Pasal 33 UUD 1945

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Menuju Launching Gerakan Pasal 33
Suatu siang di bulan Desember 2009.  Ahmad Daryoko, Ketua Serikat Pekerja Perusahaan Listrik Negara (SP-PLN) saat itu, memimpin kawan-kawannya saat sidang pendahuluan uji-materi UU nomor 30/2009 tentang ketenagalistrikan di Mahkamah Konstitusi.

SP PLN beranggapan bahwa UU ketenagalistrikan yang baru itu sangat bertentangan dengan ayat ke-2 pasal 33 UUD 1945:  “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.”

Pasalnya, dengan kehadiran UU kelistrikan yang membolehkan privatisasi, maka kontrol negara terhadap sektor kelistrikan pun semakin berkurang. Dengan begitu, layanan listrik pun akan menjadi komoditi yang diperdagangkan secara bebas.

Muncul polemik saat itu: apa pengertian atau maknadikuasai oleh negarasebagaimana tercantum dalam Pasal 33 ayat (2)  dan (3) UUD 1945?

Berbagai pendapat pun bermunculan, baik dari kalangan ekonom progressif maupun dari kalangan ekonom pro-neoliberalisme.

Menteri Negara BUMN saat itu, Mustafa Abubakar, dalam keterangan tertulis di sidang uji materi UU nomor 30/2009 menafsirkan “dikuasai oleh negara” berarti negara sebagai regulator, fasilitator, dan operator yang secara dinamis menuju negara hanya sebagai regulator dan fasilitator.

Pendapat semacam itu juga diadopsi oleh Mahkamah Konstitusi. Menurut Mahkamah Konstitusi, makna dikuasai oleh negara adalah rakyat secara kolektif mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad) dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dengan begitu, menurut penafsiran MK, pasal Pasal 33 UUD 1945 tidaklah menolak privatisasi, asalkan privatisasi itu tidak meniadakan penguasaan negara. MK juga mengatakan bahwa pengusaaan negara terhadap badan usaha cabang produksi tidak harus selalu 100%.

MK berusaha menyimpulkan begini:

“Pemilikan saham Pemerintah dalam badan usaha yang menyangkut cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau yang menguasai hajat hidup orang banyak dimaksud, dapat bersifat mayoritas mutlak (di atas 50%) atau bersifat mayoritas relatif (di bawah 50%) sepanjang Pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas relatif tersebut secara hukum tetap memegang kedudukan menentukan dalam pengambilan keputusan di badan usaha dimaksud.”

Lebih jauh lagi, MK juga beranggapan bahwa Pasal 33 UUD 1945 juga tidak menolak ide kompetisi di antara para pelaku usaha, sepanjang kompetisi itu tidak meniadakan penguasaan oleh negara yang mencakup kekuasaan untuk mengatur (regelendaad), mengurus (bestuursdaad), mengelola (beheersdaad), dan mengawasi (toezichthoudensdaad) cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau yang mengusai hajat hidup orang banyak untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline