Lihat ke Halaman Asli

Entah Kapan ???, Para Petani Hidup Bagai Orang di Kota

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

[caption id="attachment_137224" align="alignleft" width="300" caption="pak tani (sumber : salafiyunpad.wordpress.com)"][/caption] Kalimat diatas adalah penggalan lirik lagu slank "pak tani" dan sampai saat ini, pertanyaan tersebut belum terjawab.

Hari ini adalah Hari Tani Nasional ke -51. Namun menurut Saya, tidak banyak petani yang tahu tentang "Hari Tani Nasional", serta apa itu Undang-undang Pokok Agraria No.5/1960.

Alasanya sederhana, para petani Kita adalah orang-orang yang berpikir sedehana. Sehingga yang ada dibenak mereka adalah menanam, merawat, memanen, menjual dan menikmati keuntungan (kalau ada). Siklus ini akan berulang terus sampai mereka pensiun, yang ditandai dengan hilangnya kekuatan fisik untuk pergi kesawah.

Kalau jumlah organisasi yang mengandung kata petani dijadikan tingkat kepopuleran, maka kelompok petani merupakan kumpulan yang banyak mendapat perhatian. tengok saja, mulai dari kementertian Pertanian, Kampus (IPB), Visi Partai Politik (Visi mensejahterakan wong cilik), NGO (HKTI, desa sejahtera) dll, adalah badan yang diciptakan untuk petani.

Namun demikian, kelompok petani masih merupakan kelompok yang marginal. Alasanya sederhana, pekerjaan sebagai petani adalah pekerjaan yang tidak diinginkan. Nilai pendapatan serta posisi dalam tata niaga yang rendah adalah alasan yang menjadikan pekerjaan petani bukan pilihan pekerjaan yang utama.

1) Pendapatan rendah

Setahu Saya, tidak ada orang yang menjadi kaya dengan hanya mengandalkan pekerjaan bertani. Harga komoditas yang dikontrol pemerintah menyebabkan harga komoditas ini cenderung stabil dari masa ke masa. impor beras serta ketidakmampuan bulog untuk membeli beras diatas HPP adalah sesuatu yang tidak disukai petani.

2) Posisi tata niaga yang rendah

Seperti dipaksa, para petani harus mengikuti harga yang ditentukan oleh para tengkulak. Kekurangan modal waktu panen, menyebabkan mereka menjual komoditas mereka dengan harga yang rendah.

Konsorsium

Terlintas ide untuk mendirikan konsorsium terdiri atas para petani, yang bertugas membuat marketing plan layaknya perusahaan mapan, seperti menyusun harga produksi, margin keuntungan, harga penjualan serta manajemen pemasaran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline