Lihat ke Halaman Asli

Jokowi 'Naik', BBM Juga ?

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

' Tabungan'  BBM bersubsidi kian menipis, maka pemerintah dengan segala cara ingin mengamankan 'tabungan' BBM bersubsidi yang ada. Seperti membatasi penjualan BBM bersubsidi di tempat-tempat tertentu, dan berharap masyarakat akan membeli BBM non subsidi. Sebuah cara yang tak banyak membantu, karena masyarakat (yang berduitpun) pasti akan memburu BBM yang lebih murah, kalau ada yang murah, kenapa mesti cari yang mahal. Sebagai pemerintahan yang baru, tentu Jokowi tidak ingin mengambil langkah yang tidak populer yakni menaikan harga BBM, dan perlu diketahui bahwa selama ini PDIP-lah yang paling getol menentang kebijakan pemerintahan SBY untuk menaikan harga BBM. Pada saat pertemuan di Bali, Jokowi meminta  SBY (di ujung kekuasaanya) untuk dapat menekan subsidi BBM dengan cara menaikan harganya. Permintaan Jokowi tersebut tidak mendapat respon yang baik alias ditolak. Penolakan SBY untuk menaikan harga BBM bersubsidi tentu sudah dikaji dengan matang oleh tim ekonomi dan politiknya. Bisa saja SBY tidak mau turun dan mengakhiri 10 tahun kekuasaanya dengan 'melukai' perasaan rakyatnya, ia ingin semua orang senang. Bahwa itu menimbulkan 'kesulitan' bagi pemerintah yang akan datang, tentu saja merupakan resiko yang harus dihadapi. Kebutuhan akan BBM akan terus saja naik seiring dengan kemampuan daya beli masyarakat untuk memiliki kendaraan roda empat maupun roda dua secara pribadi. Dan pemerintah dari era Orde Baru hingga Orde Reformasi saat ini memang seperti 'menganak-tirikan' transportasi umum yang layak dan nyaman. Sehingga tidak mengejutkan ketika ekonomi tumbuh dan pendapatan masyarakat ikut naik, tidak sedikit warga masyarakat yang membeli mobil dan sepeda motor untuk keperluan transportasi diri dan keluarganya. Kita bisa melihat keluarga kaya di Jakarta yang bisa memiliki dua hingga lima mobil. Dan dapat dipastikan mereka masih mau dan tanpa malu-malu untuk 'meminum' BBM bersubsidi untuk semua mobil yang dimiliki. Jokowi memang mau tidak mau harus menerima warisan sikap tamak masyarakat. Masyarakat yang selama ini dimanjakan oleh BBM bersubsidi, mereka kaya dan mampu membeli mobil tapi (karena sikap tamaknya) tanpa malu masih berharap terus akan BBM bersubsidi. Dan dari mulut mereka pulalah yang paling lantang menentang pemerintah untuk menaikan harga BBM. Jokowi tentu bisa menanyakan kepada temen-temen PDIP-nya (dulu), kenapa mereka dengan sikap yang militan selalu saja menentang setiap usulan kenaikan harga BBM oleh pemerintahan SBY ? Pemerintahan SBY sudah  menolak usul (dari Jokowi) untuk menaikan harga BBM bersubsidi. Tinggal bagaimana nanti Jokowi 'menyiasati' APBN sehingga mampu mencari jalan keluar untuk tidak menaikan harga BBM bersubsidi. Opsi untuk mengurangi beban subsidi BBM bersubsidi tidak banyak, dan langkah yang paling praktis adalah menaikan harga BBM. Tetapi opsi kenaikan harga BBM ini sudah mendapat tanggapan yang negatif dari sebagian masyarakat: "Nyesel saya milih JKW-JK ! Ngapain dipilih kalau cuma bisanya menaikan harga BBM ! Ini seperti 'karma' buat PDIP, partai pembela wong cilik. Jakarta, 31-08-2014 sumber gambar: jokowidiary.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline