Lihat ke Halaman Asli

ismail sayuti

Hutan leuser

Kerbau Hewan Ternak Masyarakat Adat yang Tergerus

Diperbarui: 13 Juli 2022   20:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kawasan yang terletak di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), Sebagian masyarakatnya dihuni oleh masyarakat adat suku Gayo. Mereka selain menggantungkan hidup dari sektor pertanian juga memanfaatkan alam untuk sektor peternakan. Dimana kedua potensi tersebut di manfaatkan sedari lehuhur, untuk sektor peternakan salah satunya Kerbau.

 Kerbau (Bubalus bubalis) atau dalam istilah lokal di sebut koro merupakan lambang status sosial bagi masyarakat. Kekayaan masyarakat pun diukur dari berapa kerbau yang dimiliki. Untuk melamar anak gadis pun masyarakat masih menjadikan kerbau sebagai mahar. Pun demikian untuk upacara penggelar adat kerbau menjadi ukuran meskipun ada hewan lain seperti sapi.

Tak heran setiap masyarakat adat suku Gayo mayoritas memiliki ternak kerbau baik itu skala kecil dan besar, untuk menyeimbangkan antara pertanian dan peternakan masyarakat adat membuat regulasi blang perueren (tempat khusus hewan ternak di lepas setelah menanan padi ) dan bur perempusen (tempat masyarakat bercocok tanam).

Kerbau yang telah melekat dalam budaya kehidupan masyarakat adat suku Gayo sejak dari nenek moyang. bukan hanya sekedar binatang peliharaan. Namun, peran kerbau juga di gunakan sebagai pembajak sawah ketika turun bersawah pun demikian ketika kerbau mencari pakan di areal persawahan kotoran yang di tinggalkan bisa dijadikan pupuk bagi petani untuk menyuburkan tanamanya. Namun, seiring sempitnya ruang hidup kerbau dan tempat pengembalaan kerbau disebabkan beralih fungsinya lahan untuk pembangunan dan perkebunan sehingga ruang hidup kerbau (blang perueran) tempat mengembala dan mencari makan kian terancam.

Dan masyarakat lebih memilih menjual kerbaunya, dan beralih ke usaha yang lain seperti berkebun dan pertanian. terlihat sejak satu dekate terahir hanya sedikit orang memelihara kerbau dan jumlahnya bisa di hitung dengan jari.

Dulu kerbau merupakan tabungan masyarakat, hanya dijual untuk kebutuhan sehari hari yang sifatnya mendesak, baik itu belanja anak kuliah dan sebagainya. Bahkan, untuk berangkat menunaikan ibadah haji pun masyarakat lebih banyak berasal dari peternak kerbau dari pada petani.

Di sisi lain kerbau adalah hewan yang paling dominan digunakan masyarakat untuk kurban, baik itu di pelihara sendiri yang jauh hari telah di nazarkan dan di beli oleh masyarakat dari peternak. Namun, seiring berkembangnya zaman peternak kerbau semakin sedikit dan bahkan orang lebih banyak peternak lembu dan sapi.

Sehingga kerbau yang salah satu hewan ternak asli masyarakat adat suku Gayo, ketika pelaksaan kurban jumlah hanya semakin sedikit dan lebih dominasi lembu, karna jumlah peternak dan populasi kerbau yang kian sedikit ditambah harga kerbau yang terus mengalami kenaikan, karna satu ekor kerbau harganya saat ini berkisar 20 sampai 25 juta per ekor. 

Makanya masyarakat lebih memilih lembu pun demikian untuk penggelaran acara adat 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline