Lihat ke Halaman Asli

Ciuman Terakhir

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Siang itu, rupa membentuk maya, lalu tertinggallah segala dunia menuju cinta kasih yang tercerai oleh hiruk pikuk kemandulan akal dan ketamakan batin. Oh… Ada yang mesti dihaluslembutkan, ada yang harus dikuatkan agar sengketa jiwa tak lantas mati terabaikan.

Adalah aku, lelaki yang menyentuh kesepuluh jari untuk menyatukalbu, mencium hati yang terendam tangis, karena kecintaanku terhadap tinta dan pena tak mampu menebar kebajikan kecuali terbentang segala nestapa di depan mata.

Kemanisan jiwalah kucium sepenuh, keheninganlah kekasih jiwaku. Ingatlah ketika dada bergemuruh layaknya air mendidih, saat itulah ratap dan beribu tetes duta duka mengiring cinta, tinggal berhitung berapa kesendirian yang tercabik-cabik kekecewaan.

Ingatlah wahai hati yang bergelora dan dipenuhi kemanisan.. Adalah aku yang memeluk mesra damba dari benih menjadi pohon raksasa, tidak pernah tumbang melainkan semakin kekar dan berjaya. Adalah aku yang sampai tertimbun doa tetap menjaga bahwa sesungguhnya cintaku adalah penggalan Surga.

....................

Mei 21, 2010
Solo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline