Lihat ke Halaman Asli

Anak-anak dalam Bayang “Sinabung”

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1380265652508443031

Karo. Tidak terasa sudah delapan hari berlalu, sejak pertama kali (15/9) pukul 02.00 Wib, letusan gunung Sinabung telah membuat panik dan takut semua masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Gunung yang terletak di kabupaten Karo ini seakan memberikan “peringatan” kembali setelah letusan kedua terjadi kembali pada hari Selasa (17/9) pukul 14.00 Wib. Pihak pos gunung Sinabung mencatat setidaknya ada 255 gempa vulkanik dalam, 16 kali gempa hembusan, lima gempa tektonik lokal, dan 24 gempa tektonik jauh. Menurut analisis Badan Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Indonesia (BVMG-Indonesia), Gunung Sinabung masih memiliki potensi letusan yang lebih besar. Berdasarkan data PVMBG, ada 29 desa rawan bencana letusan gunung Sinabung dalam radius enam kilometer dari kawah aktif.

Hingga satu minggu setelah letusan pertama kali, jumlah pengungsi yang tercatat di Posko Media Center kabupaten Karo tercatat 10.572 jiwa tersebar pada 24 lokasi penampungan di gedung-gedung pernikahan dan kematian, atau lebih dikenal dengan “Jambur.”Bangunan berkapasitas sekitar 750-1000 orang ditempati pengungsi hingga lebih 1000 orang, ditambah relawan dan gudang logistik. Masalah lain di pengungsian adalah fasilitas sanitasi yang minim dan tidak adanya ruang khusus untuk anak-anak dan perempuan.Dengan kondisi yang terlalu sesak maka penyakit ISPA dan Stress banyak dialami oleh pengungsi baik anak-anak dan pengungsian. Beberapa lokasi pengungsi seperti di Sempakata dan Batu Karang memiliki jumlah pengungsi anak sekitar 600 jiwa dengan usia 1-18 tahun. Penanganan anak-anak dikedua pengungsian ini sedikit berbeda terutama kegiatan mereka untuk sekolah, namun secara umum tidak ada fasilitas khusus untuk anak-anak di pengungsian, sehingga menyebabkan mereka “terpaksa” menerima kondisi gedung pengungsian yang dipenuhi perokok dan tumpukan ludah-ludah merah dari kebiasaan “menyirih”. Informasi dari Komandan Tanggap Darurat dan Operasi Bencana Sinabung, Letkol Kav. P.Meyer Putong, SH, mulai 22 September 2013 sebagian pengungsi telah kembali ke desa masing-masing kecuali desa-desa yang berada pada radius 3 KM dari puncak gunung Sinabung, yaitu desa Suka Merah, Bekerah, Semacem, Sigarang-garang dan Kuta Gugung. Sekitar 4.300 warga sekitar Sinabung masih mengungsi. Belum dapat dipastikan kapan pengungsi akan dipulangkan secara keseluruhan karena masa tanggap darurat masih diperpanjang dan status Gunung Sinabung masih Siaga Level III. Letkol Meyer juga menjelaskan jika masyarakat yang sudah diizinkan pulang masih merasa takut untuk kembali, masih tetap di bolehkan berada di pengungsian sampai situasi benar-benar normal.

Kondisi ini tentu akan memberikan dampak tersendiri bagi anak. Anak akan semakin takut jika letusan kembali terjadi. Tentu sangat diperlukan penangan trauma healing yang lebih terencana bagi anak-anak di pengungsian dan pengintegrasian anak-anak ke sekolah-sekolah formal sebelum masa kembali ke desa masing-masing. Selain itu, untuk jangka panjang diperlukan penguatan manajemen bencana yang berpespektif anak. kegiatan ini ditujukan kepada para pelaku-pelaku tanggap darurat di kabupaten Tanah Karo dan sekolah-sekolah yang berada di daerah rawan letusan Sinabung. Kegiatan ini dirasa sangat penting karena keamanan dan kenyamanan anak-anak di pengungsian harus menjadi issu spesifik di Tanah Karo, mengingat kondisi Gunung Sinabung masih akan terus aktif dan dapat meletus kapanpun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline