Ketegangan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) telah menjadi pusat perhatian dunia dalam beberapa tahun terakhir. Perselisihan perdagangan yang terus-menerus antara dua kekuatan ekonomi terbesar di dunia ini telah memicu berbagai dampak yang meluas, baik secara ekonomi maupun politik.
Dampak pertama dari ketegangan dagang ini adalah ketidakpastian pasar global. Ketegangan yang terus-menerus antara AS dan China menciptakan lingkungan yang tidak stabil bagi pelaku pasar internasional. Investor dan pelaku bisnis di seluruh dunia sering kali merasa cemas karena ketidakpastian tentang kebijakan perdagangan yang mungkin berubah secara tiba-tiba, dampak tarif yang tidak terduga, dan potensi eskalasi konflik yang lebih luas.
Di sisi lain, dinamika ekonomi politik juga terpengaruh oleh ketegangan dagang ini. Kedua negara berusaha untuk memperkuat posisi mereka di tingkat global, baik melalui strategi perdagangan maupun diplomasi ekonomi. AS dan China saling bersaing untuk memperluas pengaruh mereka, baik melalui inisiatif perdagangan regional maupun investasi langsung asing di negara-negara berkembang.
Namun, dampak terbesar dari ketegangan dagang AS-China mungkin terletak pada hubungan politik kedua negara. Perselisihan perdagangan telah memperburuk hubungan diplomatik antara AS dan China, menghasilkan retorika yang semakin keras dan langkah-langkah yang lebih keras dari kedua pihak. Ini menciptakan tantangan baru dalam upaya untuk mencapai kesepakatan yang dapat memperbaiki ketegangan perdagangan dan mencegah eskalasi konflik yang lebih lanjut.
Dengan demikian, ketegangan dagang antara AS dan China tidak hanya memiliki dampak ekonomi yang luas, tetapi juga mempengaruhi dinamika ekonomi politik global secara keseluruhan. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan kerja sama internasional yang kuat dan pendekatan yang bijaksana dalam menangani perselisihan perdagangan yang rumit .
Menyikapi perang dagang AS dan China
Ketika Handphone huawei sebelumnya diharga 1.150 dollar , dan sekarang jika dijual ada pada harga 1.130 dollar. Dan ini sangat turun sekali. Produsen-produsen yang membuat manufaktur ini tidak 100% bahannya dari negara mereka sendiri , tetapi dari seluruh dunia termasuk negara Indonesia.
Dengan terjadinya perang dagang antara kedua negara ini, perekonomian suatu negara akan menurun, dimana seluruh negara memungkinkan perekonomiaannya mengalami penurunan. Jika Indonesia antisipasi ekspor kalah dengan impor, karena Indonesia mengirimkan bahan baku dan mengimpornya ke negara lain. Dengan terjadinya perang dagang ini, Sehingga Indonesia akan mengurangi sedikit atau banyaknya dagangan devisa. Berkurangnya dagangan devisa, Pemerintah akan terus mempertahankan bagaimana dengan rupiahnya. Seperti , pada tahun 2012 Indonesia melemahkan rupiahnya dengan cara melepaskan skrip-skrip dan mencetak uang lebih banyak.
Jika melihat peluang, Pemerintah akan memberikan insentif untuk menggenjot ekspor, memberikan insentif produk-produk dalam negeri supaya bisa mengekspor lebih banyak dan menelan bahan baku di Indonesia sehingga tidak selalu mengandalkan kepada negara lain untuk memproduksi barang yang telah diproses dengan bahan baku impor dari negara Indonesia. Keadaan ini, memungkinkan nilai produksi mereka akan melemah dan mengurangi ekspor sehingga negara lain termasuk Indonesia akan mengurangi impor bahan baku terhadap dua negara tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H