Lihat ke Halaman Asli

Islah oodi

Wong Ndeso

Perempuan Malam

Diperbarui: 21 Februari 2021   18:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar:Pixabay.

Seperti biasa, sore itu aku pulang dari kantor kerjaan melewati taman kota S. Sore kali ini di taman berbeda, ada pemandangan yang tak biasa aku lihat. Seorang perempuan duduk di bangku taman sendirian menatap temaram senja yang perlahan sirna tergulung gelapnya mayapada. 

Siapa perempuan itu? Sedang apakah ia sendiri duduk di bangku taman di senja hari seperti ini? Mobilku tetap terus melaju. Taman terlewati dan pandangan tentang perempuan itu terganti dengan ruko-ruko pinggir jalan yang telah tutup.

Aku tak begitu peduli dengan perempuan yang duduk di bangku taman sendiri. Namun, rasa penasaran kini hadir dalam hati saat saban hari ketika kulewati taman, perempuan itu duduk di bangku yang sama, sendiri dan entah apa yang ia nanti. Pernah sesekali kuhentikan mobilku di sisi jalan taman dan aku hampiri seorang abang-abang penjual jajanan yang sedang mangka di tepi taman.

"Bang, bolehkah aku bertanya?"

"Boleh," jawab Abang penjual jajanan.

"Anda tahu siapa perempuan itu yang duduk di tengah taman samping tanaman bunga-bunga?" Tanyaku sambil telunjuk menunjuk perempuan yang aku maksud.

"Oh, dia. Memang sudah lama ia sering duduk sendiri hingga larut malam di sana. Itu permpuan malam, Mas." Jawab abang penjual jajanan.
"Maksudnya perempuan penjual diri, Bang?"

"Iya, bisa dibilang begitu. Tapi, aku sendiri kurang tahu siapa dia, hanya saja memang setiap hari ia terus duduk di sana hingga larut malam sediri."

Informasi yang aku peroleh dari abang-abang penjual jajanan tak membuat aku puas. Aku tak percaya jika perempuan yang berada di taman itu sedang mangkal menanti para lelaki hidung belang. Tapi, untuk apa ia setiap hari di sana? Entah. Mungkin jika aku langsung bertanya pada perempuan itu, rasa penasaran yang ada dalam jiwaku dapat terobati. Baiklah, aku akan bertanya langsung saja. Kulangkahkan kaki ini mendekati bangku yang ia duduki.

"Maaf, Mba, bolehkah aku duduk di sini?"

"Oh, silahkan, Mas." Perempuan itu mempersilahkan aku duduk di sampingnya. Aku baru tahu ternyata saat kupandang wajahnya lebih dekat ia berwajah cantik, ditambah lagi dengan gigi gingsulnya yang tampak saat tadi ia tersenyum tipis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline