Lihat ke Halaman Asli

Larangan Ekspor Bahan Mentah

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13895006591320652631

[caption id="attachment_315316" align="aligncenter" width="572" caption="Admin/Kontan Muradi (Ilustrasi bahan mentah komoditas tambang)"][/caption] Pro-kontra merebak ketika pemerintah menetapkan larangan ekspor bahan mentah sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang Mineral dan Batubara No. 4 tahun 2009.APEMINDO, asosiasi pengusaha tambang ini, menolak penerapan UU minerba tersebut dengan berbagai alasan. Bila pemerintah tetap bersikeras mengimplementasikan Undang-undang Minerba itu bahwa per tanggal 12 Januai 2014 dilarang mengkspor mineral mentah, maka akan banyak terjadi pengangguran atau PHK bagi pekerja di sektor pertambangan yang bisa mencapai ratusan ribu tenaga kerja, pendapatan negara bisa menurun, dan banyak komitmen penjualan bijih tambang dengan pihak ketiga atau luar negeri dilanggar,  dan masih banyak lagi kerugian dampak dari larangan ekspor itu. Benarkah tudingan APEMINDO itu?  Kalau melihat persoalan ini secara jernih dan holistik, sebenarnya larangan ekspor mineral mentah itu bukanlah mendadak. Sejak 5 tahun lalu, UU Minerba terseut telah menetapkan bahwa pada  12 Januari 2014 tidak boleh lagi ada ekspor bahan mineral mentah. Kalau mengekspor bahan tambang maka harus sudah diolah terlebih dahulu di dalam negeri agar memberikan nilai tambah.  Artinya, bahan yang sudah diolah itu kalau diekspor tentu harganya jauh  lebih tinggi ketimbang bahan mentah. Belum lagi dengan  pengolahan itu akan menghidupkan industri tambang di dalam negeri. Jepang yang relatif tidak mempunyai sumber daya alam, semisal tambang ini, tetapi dengan kehebatan ilmu dan teknologinya justru menjadi "penguasa tambang". Indonesia mengekspor bahan mentah dengan harga relatif murah kemudian mereka mengekspor ke Indonesia setelah bahan tambanng mentah diolah di industri negeri matahari terbitkkerdalam bentuk berbagai produk atau barang seperti alat-alat elektronik, otomotif, mesin, dan berbagai barang kebutuhan lainnya dengan harga yang tinggi. Coba tengok, hampir semua peralatan yang kita gunakan sehari-hari tidak terlepas dari bahan tambang. Mulai dari sendok makan stainless steel yang sebenarnya itu besi yang dibalut nikel, hand phone, televisi, kenderaan motor, mobil, hingga pesawat, semua itu memakai bahan tambang. Indonesia mengekspor misalnya nikel ke Jepang per metrik ton sementara ini rata-rata sekitar USDollar 14.000. Padahal nikel sebanyak itu sudah bisa untuk berbagai produk mulai untuk peralatan rumah tangga hingga baling- baling pesawat, yang harganya tentu berlipat-lipat dibandingkan dengan harga ketika dijual dalam kondisi bahan mentah. Sebenarnya ada sisi lain yang sangat memilukan kalau ekspor bahan mentah tetap dilonggarkan. Antara data di Badan Pusat Statistik dan World Trade Organization (WTO) mengenai ekspor bahan mentah dari Indonesia ke China tercatat perbedaan yang sangat jauh. Perbedaannya mencapai ratusan persen. Artinya, banyak ekspor ilegal nikel ke China selama ini. Ekspor ilegal itu tentu tidak memberikan kontibusi pendapatan ke negara. Yang menikmatinya hanyan segelintir oknum aparat baik aparat keamanan hingga pejabat-pejabat di pemerintahan. Bukan hanya itu, akibat ekspor bahan mentah yang masif itu, yang ilegal itu, tanpa dibarengi dengan rehabilitasi pasca tambang, maka yang terjadi adalaha kerusakan lingkungan yang parah. Lihat saja ke Kabupaten Morowali di Sulawesi Tengah atau di Sulawesi Tenggara, bagaimana pengusaha-pengusaha tambang yang banyak dicukongi orang-orang China daratan, mewariskan tambang-tambang yang penuh luka alias area yang habis ditambang tanpa ditanami kembali. Tidak aneh bila musim hujan banjir bandang meluas. Sungai-sungainyanya keruh. Hutannya dibabat habis alias gundul. Belum lagi limbah dari tambangnya, kalau itu tambang emas, maka ada bahaya limbah merkuri yang bisa menyebabkan kanker. Initnya, larangan ekspor bahan mentah ini sebenarnya justru memberikan manfaat yang besar bagi bangsa Indonesia, baik dari segi pendapatan ke negara karena harga jual bahan ekspor lebih tinggi yang otomatis royalti yang diterima pemerintah juga akan lebih meningkat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline