Lihat ke Halaman Asli

ISJET @iskandarjet

TERVERIFIKASI

Storyteller

Pak Menteri, Jangan Biarkan Wali Murid dan Siswa Beringas Begini (Surat Terbuka)

Diperbarui: 14 Februari 2018   19:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kepala Sekolah SMPN 4 Lolak Sulawesi Utara Astri Tampi terluka parah usai dianiaya seorang wali murid. (Alfred Bustian Kaemba)

Pak Mendikbud Muhadjir Effendy yang saya hormati,

Saya sangat prihatin atas kondisi pendidikan saat ini. Amarah murid dan orang tuanya sungguh meresahkan tenaga pengajar. Mereka yang sedang menuntut ilmu, tiba-tiba menjadi beringas dan merasa berhak main hakim sendiri terhadap guru dan tenaga pengajar yang dianggap bersalah.

Tanggal 1 Februari 2018 lalu, guru Ahmad Budi Cahyono (SMA 1 Trojun) meregang nyawa setelah dianiaya siswanya saat kegiatan belajar-mengajar. Tulang lehernya patah akibat pukulan keras sang murid. Lalu Selasa pagi (13/2) kemarin, Kepala Sekolah Astri Tampi (SMPN 4 Lolak) berdarah-darah karena dihajar wali muridnya. Tubuhnya dihantam dengan meja, lalu dihajar lagi dengan serpihan kaki meja, karena sang wali murid tidak terima anaknya ditegur atas kenakalannya di sekolah.

Tentu saja jumlah siswa dan wali murid yang beringas ini sangat sedikit dibandingkan murid dan wali murid yang baik dan santun. Saya juga wali murid atas tiga orang anak-anak saya. Pak Menteri pun begitu, wali murid atas anak dan cucu. Tapi dalam konteks pendidikan karakter, dan di saat kita sepakat membangun manusia yang berilmu dan beradab, kehadiran mereka benar-benar mengejutkan kita semua.

Saya masih ingat obrolan kita bulan Agustus tahun lalu (bersama beberapa orang praktisi pendidikan lainnya) seputar apa yang sedang dan akan dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang Bapak pimpin. Khususnya soal program sekolah dalam satu gugusan yang melibatkan orang tua, soal hilangnya kontrol kualitas kepala sekolah yang pengangkatannya jadi kewenangan pemerintah daerah, dan soal keinginan bapak mengembalikan kembali pengawasan sekolah dari daerah ke pusat.

Dalam bayangan saya, program-program itu merupakan solusi yang dapat menjawab tantangan pendidikan yang dipahami dengan baik oleh pemerintah. Artinya, pemerintah sudah tahu bahwa anak didik zaman sekarang berani melawan dan menantang gurunya, dan orang tuanya pun merasa superior terhadap lembaga pendidikan.

Tanpa adanya dua kasus mematikan beberapa hari ini pun, Bapak dan Kemdikbud paham apa yang terjadi dan tahu apa yang harus dilakukan. Sebagaimana mungkin saat ini pemerintah masih terus melakukan penanganan atas kekerasan antar-siswa yang lazim terjadi di jalan raya (baca: tawuran).

Pertanyaannya, bagaimana perkembangan rencana itu sekarang? Apakah sudah ada (katakanlah) rencana-rencana kerja (to-do-list) prioritas yang ditetapkan kementerian untuk dituntaskan dalam waktu triwulan pertama?

Ibarat pemadam kebakaran, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan hari ini sedang berkejaran dengan waktu. Bapak harus tiba di lokasi kebakaran secepatnya agar dapat memadamkan api saat itu juga, atau semakin banyak rumah yang hangus terbakar.

Ini kondisi darurat, Pak. Di saat darurat, kadang kita butuh mengambil langkah yang tidak biasa, menempuh jalan pintas dan membuat keputusan yang selama ini mustahil diputuskan.

Dulu waktu masih jadi pelajar, sulit buat saya membayangkan kondisi sekarang akan terjadi. Mengkhayalkan murid memukul guru saja saya tidak mampu. Fantasi seperti itu terlalu sulit saya hadirkan dalam imajinasi di kepala, lantaran sepanjang hidup belum pernah melihat atau mendengar kejadian seaneh itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline