Lihat ke Halaman Asli

ISJET @iskandarjet

TERVERIFIKASI

Storyteller

Freeport Lepas 51% Saham, Sanggupkah Pemerintah Membelinya?

Diperbarui: 30 Agustus 2017   20:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber ilustrasi: aktual.com

Kita patut bergembira, akhirnya Freeport Indonesia setuju melepas 51 persen sahamnya ke pemerintah. Pertanyaannya, sanggupkah pemerintah pusat jadi pemilik saham mayoritas perusahaan yang mengelola tambang emas terbesar di dunia ini?

Jawabannya belum tentu, tapi saya bermimpi rencana pemerintah mengambil-alih kepemilikan saham Freeport jadi kenyataan.

Masalah yang muncul berikutnya cuma satu: punya duitnya gak?

Emang berapa sih harganya, Bang? Awal tahun lalu, Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Hadi M Djuraid mengungkapkan, nilai divestasi 51 persen saham Freeport ditaksir hanya sekitar Rp 30 triliun, seperti dilaporkan Kumparan.

Tapi nilai yang ditawarkan perusahaan ini boleh jadi ada di kisaran Rp 110 triliun dengan menyertakan cadangan emas dan tembaga ke dalam nilai kapitalisasi perusahaan.

Soal harga masih dalam proses nego antara kedua belah pihak. Namun sedari awal, CEO Freeport McMoRan Richard Adkerson minta saham yang dilepas ke pemerintah dinilai dengan harga pasar.

Saham yang dilepas wajib dibeli. Andai pemerintah Jokowi di Jakarta gak sanggup membeli seluruh atau sebagian saham tersebut, sisanya akan ditawarkan ke Pemerintah Daerah. Lalu ditawarkan lagi sisanya ke BUMN dan BUMD yang mau beli. Terakhir, pemerintah akan menawarkan saham itu ke perusahaan swasta nasional. Ini sesuai dengan bunyi PP Nomor 1 Tahun 2017.

Baca juga:Pemerintah Cina Wajibkan Warganya Verifikasi Akun, Bagaimana dengan Indonesia?

Balik ke pertanyaan awal, ada duitnya gak? Saat ditanya wartawan, Menteri Keuangan Sri Mulyani belum mau mengungkapkan apakah pemerintah pusat sudah memiliki alokasi dana atau belum untuk mengambil alih 51 persen saham Freeport.

Jadi, punya uang buat investasi atau tidak, jawabannya belum pasti.

Yang pasti, utang negara masih terus bertambah. Utang ini dibutuhkan pemerintah untuk menutup defisit anggaran belanja yang besar pasak daripada tiang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline