Lihat ke Halaman Asli

ISJET @iskandarjet

TERVERIFIKASI

Storyteller

Alasan Ngeblog #1: Dari Narsis Bro sampai Eksis Pro

Diperbarui: 29 Desember 2016   15:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi ngeblog. Mashable.com

Buat apa ngeblog? Pertanyaan ini sering diperbincangkan di kalangan blogger, baik di dunia maya atau pun saat kopdaran di suatu acara.

Buat yang masih belum  menemukan motivasi dalam membuat konten di dunia maya, jangan minder, karena institusi besar pun belum tentu punya motivasi yang kuat dan pas saat mengelola konten untuk website mereka.

Saat menjadi juri untuk e-Transparansi Awards yang pesertanya adalah website-website kementerian, ada satu pembicaraan antara saya dan Ndorokakung, salah seorang juri lainnya, mengomentari arsitektur informasi (information architecture atau lazim disingkat IA) website pemerintah yang nyaris seragam. 

Situs-situs plat merah tersebut, pada umumnya mengikuti IA media online, yang diisi dengan aliran berita terbaru. Ada yang diisi dengan berita buatan instansi, tapi tidak sedikit yang sekedar mengopi atau menayangkan berita yang dirilis oleh media massa. Semangatnya tidak bergerak dari tradisi kliping koran yang sampai saat ini masih jadi pekerjaan rutin di biro-biro humas pemerintahan.

Mengapa mereka melakukan hal tersebut? Mengapa hampir semua halaman muka website pemerintah harus diisi dengan berita-berita terbaru? Kalau media massa online, tujuannya jelas. Bisnis media perlu pembaca yang banyak. Butuh tingkat kunjungan dan keterbacaan yang tinggi. Banyaknya pembaca bagus untuk jualan iklan. Iklan inilah yang menghidupi perusahaan media massa.

Nah, apakah website-website pemerintahan punya tupoksi dan target yang sama dengan media massa? Apakah iklan jadi sumber pendapatan mereka? Jelas beda dan bukan.

Setiap kementerian punya tugas yang unik. Punya target pencapaian yang berbeda satu sama lain, dan sangat jauh panggang dari industri media. Memang ada yang sama atau mirip misalnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Tapi saya berani bertaruh, kementerian ini tidak punya target pendapatan iklan seperti media massa. Tugasnya mengurusi komunikasi dan informatika, plus menjadi komunikator untuk pemerintah. Semua kegiatannya itu dibiayai sepenuhnya oleh rakyat Indonesia lewat setoran pajak dan pendapatan negara lainnya.

Saya lalu teringat satu momen saat mengisi materi penulisan di sebuah kementerian. Dengan semangat menyebarkan virus ‘public writing’ untuk para humas di kementerian tersebut, saya pun berkewajiban memperkenalkan media sosial sebagai tempat untuk mempublikasikan konten yang dibuat untuk dikonsumsi publik. Salah satunya adalah Kompasiana yang sejak 2009 memposisikan diri sebagai media terbuka untuk semua orang.

Salah seorang peserta menanggapi, buat apa humas pemerintah menayangkan artikelnya di Kompasiana. “Lebih baik kita buat konten untuk website sendiri. Kalau di Kompasiana, yang untung Kompasiana. Yang dapat iklan juga Kompasiana,” ujarnya penuh semangat.

Atas pemikiran tersebut, saya hanya bilang, bergantung apa motivasi dalam membuat konten. Kalau mau dapat iklan, silakan tayangkan di tempat sendiri. Tapi kalau mau dibaca banyak orang, tayangkanlah di tempat yang bisa menjangkau banyak orang.

Inilah prinsip yang ingin saya sampaikan ke para sobat penulis online, para blogger, atau lebih tepat saya sapa para pembuat konten (orang bule bilang: content creator).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline