Lihat ke Halaman Asli

ISJET @iskandarjet

TERVERIFIKASI

Storyteller

Salah Kaprah Masa Orientasi Siswa (MOS)

Diperbarui: 11 Agustus 2015   23:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Mendikbud Anies Baswedan mendatangi sekolah yang menggelar MOS aneh-aneh. (Kemendikbud)"][/caption]

 

Saya bersyukur termasuk satu dari sedikit anak Indonesia yang terbebas dari praktek perpeloncoan berkedok Masa Orientasi Siswa (MOS), atau sekarang resmi disebut Masa Orientasi Peserta Didik (MOPD), yang setiap tahun dihujat oleh masyarakat.

Ketika sekolah di Gontor (setingkat SMP-SMA), saya tidak mengenal apalagi merasakan yang namanya ‘senior ngerjain murid baru’ (nantikan cerita wajah MOS Gontor di artikel berikutnya). Dan saat memulai kuliah di UIN (dulu bernama IAIN) pun, masa orientasi yang saya jalani terbilang moderat dan jauh dari praktek sesat.

Sejatinya, setiap orang butuh perkenalan saat bertemu dengan orang atau lingkungan baru. Inilah inti dari MOPD. Agar siswa mengenal sekolah dan lingkungan di dalamnya. Memahami apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan sebagai siswa. Mendapat gambaran umum kegiatan belajar-mengajar di kelas. Serta, yang paling penting, meluruskan niatnya bersekolah.

Saya melihat, salah kaprah MOPD terjadi karena niatnya sudah keblinger. Masa orientasi dibuat sebagai ajang untuk melatih mental, menerapkan disiplin dan mempererat tali persaudaraan. Dengan semangat seperti ini, pantas saja yang dilakukan panitia adalah membuat program-program yang menurut mereka bertujuan melatih ketahanan mental, membuat peserta didik disiplin dan mengakrabkan senior dan junior.

Maka dibuatlah aneka rupa kegiatan yang tidak masuk akal. Di Ambon, siswa baru sampai disuruh masuk ke dalam got, seperti diceritakan seorang teman, Fauzi Seknun. “Di daerah kami sampai-sampai di masukkan anak-anak kami ke dalam got merayap seperti katak,” tulis Fauzi di Facebook.

Para senior yang membuat program merayap di dalam got  itu pasti berpikir, begini nih caranya untuk melatih mental. Padahal, mereka itu bukan orang yang ahli dalam urusan melatih mental.

Saat sidak ke SMKN 4 Tangerang, Rabu (29/7) pagi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan menyaksikan praktek perpeloncoan yang sudah dianggap biasa oleh para penyelenggara sekolah: Siswa-siswa baru dipaksa mengenakan tas karung goni, tali sepatu dari rafia, pita rambut aneka warna, kaos kaki warna-warni hingga papan nama dari kardus.

Oh, anu, itu biar mereka gak gampang malu, Pak. Biar mereka berani menghadapi orang. Biar mentalnya oke gitu. Saya membayangkan semangat itu yang tertanam di benak para penyelenggara MOS. Padahal, yang mereka lakukan hanya mempermalukan peserta didik dan membuat mereka sakit hati untuk kemudian melakukan aksi balas dendam.

Urusan latihan kedisiplinan juga dibuat sesuka senior. Ada yang diminta datang jam 5 pagi. Ada yang disuruh keliling minta tanda tangan sambil nyembah-nyembah. Pokoknya dibuat peraturan yang menurut panitia lucu dan unik. Dan setiap pelanggaran, akan diganjar dengan hukuman yang menurut mereka 'setimpal'.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline