Lihat ke Halaman Asli

ISJET @iskandarjet

TERVERIFIKASI

Storyteller

Man of Steel dan Ambisi Hegemoni Amrik yang Menggelikan

Diperbarui: 24 Juni 2015   11:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13724314101922803559

Para penikmat film Hollywood mafhum, industri perfilman negeri Paman Sam mendapat dukungan penuh dari pemerintah, bahkan angkatan perangnya sekalipun. Itulah sebabnya para sineas dengan mudah memvisualisasikan kekuatan armada militer negeri adidaya ini, baik angkatan darat, udara, laut bahkan pasukan elite-nya sekalipun. Semua itu dilakukan dengan satu kata kunci: pencitraan. Kalau Anda sudah menonton film Green Zone ataupun Zero Dark Thirty, Anda pasti lebih mudah memaklumi bagian ini. Bagaimana seriusnya sineas film Hollywood menggarapnya. Agar masyarakat dunia tahu persis betapa hebatnya kekuatan militer negeri ini, sehingga pesan "jangan macam-macam dengan Amerika" dapat dengan mudah disebarkan lewat bioskop-bioskop--dan masyarakat dunia, termasuk saya, rela membayar demi mendapatkan pesan itu. Atau, kurang-lebih, begitulah realitas yang terjadi dalam korelasi antara film dan militer di Amerika Serikat. Transformers, The Avengers, Independence Day, Film Man of Steel, versi reboot Superman yang dibintangi oleh Henry Cavill ,adalah satu dari sekian abrek film yang dibuat untuk menonjolkan kekuatan militer Amerika Serikat. Beberapa tahun terakhir ini, film-film superhero ciptaan DC maupun Marvel selalu dibayangi oleh kekuatan militer yang mendampinginya. Berbeda dengan kreasi film super sebelumnya yang lebih menonjolkan kekuatan si pahlawan dan menempatkan kekuatan-kekuatan lainnya sebagai penonton di pinggir jalan. Dalam film-film super itu, ada stereotip yang dibangun, dan ini buat saya sangat menggelikan: Musuh menyerang dengan maksud menghancurkan bumi, penduduk bumi di seluruh negara cemas, lalu sang pahlawan (maksudnya si superhero dan militer amrik) berjibaku, baik sendirian ataupun mengomandani kekuatan militer negara-negara lain, dalam membasmi kekuatan penghancur tadi. Saat musuh mendarat, ditampilkanlah wajah-wajah penuh kecemasan. Di tanah Arab, China, Eropa, Afrika, kawasan Asia. Semua nyaris kehilangan harapan. Sampai akhirnya, datanglah sang juru selamat dengan kekuatannya yang super. Di film Man of Steel yang menceritakan-ulang perjalanan awal 'bocah-dari-Kansas', wajah-wajah itu kembali dipertontonkan. Saya lalu membayangkan, adegan itu diambil dari footage yang juga digunakan oleh film-film sejenis. Jadi lucu juga kalau ternyata ada stok footage berjudul 'kecemasan penduduk bumi' yang bisa dibeli oleh sineas. Tapi bila dibandingkan dengan film lain, tingkat kelucuan 'ambisi hegemoni' di film Man of Steel alias Superman 2013 lebih hebat, karena proses kedatangan musuh dan dampak kecemasan global yang dimunculkan terasa sangat buru-buru. Seakan sudah terlalu banyak adegan yang dipotong, lalu sesi kedatangan gerombolan Zod juga harus banyak dipangkas di sana-sini sehingga, di mata saya, alur ceritanya jadi menggelikan. Termasuk soal ancaman dalam sekian banyak bahasa yang muncul di layar televisi seluruh dunia. Secara keseluruhan, film Man of Steel sangat luar biasa alias jempolan. Wajar film ini berhasil menduduki posisi puncak box office meskipun belum bisa mengalahkan kehebatan "The Dark Knight Rises". Saya sangat suka dengan semua gaya film gelap ala Zack Synder (300, Sucker Punch, Watchmen), dan lebih suka lagi dengan David Goyer (The Dark Knight series, Godzilla, Da Vinci's Demons) yang sudah membuat jalinan cerita yang sangat humanis, tegas dan efektif. Andai stereotip kekuatan militer AS berada di atas segalanya bisa diredam sedikit saja oleh sineas Hollywood, mungkin penonton seperti saya tidak perlu mengernyitkan dahi saat tiba-tiba disuguhkan adegan wajah kecemasan di wajah penduduk bumi di seluruh negeri. Keterangan foto: Superman (Henry Cavill) berdiri di depan kekuatan militer yang mendukungnya. (www.manofsteel.com) Baca juga:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline