[caption id="attachment_242416" align="aligncenter" width="630" caption="Alhamdulillah, lengkap sudah koleksi tiga novel trilogi Negeri 5 Menara saya, plus buku film pertamanya. (iskandarjet)"][/caption] Tahun 2009. Saya masih ingat betul saat pertama kali mengontak Ahmad Fuadi, alumnus Gontor jauh di ataa saya, yang waktu itu baru saja merilis novel pertamanya ke pasar. "Mas, gimana caranya saya dapat buku bertandatangan. Minggu besok saya mau ke Jepang, ingin menghadiahkan novel 'Negeri 5 Menara' buat teman di sana," begitu isi pesan saya. Kurang-lebih. Setelah janjian ketemu, saya tidak sempat membawa buku itu ke kantornya karena kesibukan kerja. Waktu keberangkatan pun sudah semakin dekat. Walhasil, saya tetap membawa novel lalu memberikannya ke putra Bu Nining, Kompasianer yang menjamu saya selama jalan-jalan 10 hari di Tokyo. Setelah lama tidak saling berhubungan, saya kembali berkomunikasi dan kontak-kontakan dengan Ahmad Fuadi. Kebetulan iB Perbankan Syariah Bank Indonesia menjadi sponsor utama film "Negeri 5 Menara". Pengayom bank-bank syariah ini juga sudah lama menjalin kerjasama dengan Kompasiana lewat serangkaian kegiatan, mulai dari "iB Blogging Competition" sampai "iB Kompasiana Blogshop". Lewat film yang diangkat dari novel pertama Ahmad Fuadi tersebut, Kompasiana dan iB Perbankan Syariah kembali mengadakan pelatihan ngeblog ke tiga kota, menghadirkan Ahmad Fuadi sebagai narasumber utama. Sejak itu, saya bolak-balik bertemu dan ngobrol dengan sang penulis. Termasuk dua kali nonton "Negeri 5 Menara" di 21 Cineplex bersama para keenam pemeran utama film, sutradara, Fuadi sendiri, Pimpinan Pondok Gontor KH Abdullah Syukri Zarkasyi dan guru walikelas 4 (setingkat 1 SMA). Dalam kerjasama ini, saya merasa sangat klop, karena saya anak Gontor lulusan Perbankan Syariah yang bekerja mengelola Kompasiana. Sungguh bukan sebuah kebetulan. Allah sudah mengaturnya untuk saya. Maka saya gunakan kesempatan tersebut untuk belajar dan berguru. Bertanya banyak hal soal penulisan buku dan novel, sekaligus minta saran dan masukan darinya. Saat buku kedua, "Ranah 3 Warna", terbit tahun 2011, saya tidak berkomunikasi dengan Ahmad Fuadi. Hanya sempat bertegur sapa lewat Twitter saat dia bertandang ke Gontor, beberapa hari sebelum kedatangan saya ke sana untuk reuni angkatan 696. Begitu pun sepanjang 2012. Tapi saya sempat beberapa kali membincang latar belakang pendidikan saya dan kehadiran novel ini dengan beberapa orang yang saya temui di Washington DC dan San Francisco, saat saya berkunjung ke enam Negara Bagian Amerika Serikat dalam rangkaian perjalanan International Visitor Leadership Program (IVLP), selama kurun waktu Agustus-September 2012. Sampai akhirnya, seminggu lalu, tim Manager Ahmad Fuadi menghubungi lewat SMS. Menyampaikan undangan "Soft Launching" buku ketiga trilogi "Negeri 5 Menara" yang digelar Selasa (7/5) kemarin di Penang Bistro Pakubuwono, Jakarta. Rantau 1 Muara Saya tentu senang dapat undangan tersebut. Bukan hanya karena saya satu almamater dengan Fuadi. Atau karena saya sudah membaca novelnya. Tapi lebih karena kontak panjang dengan Fuadi seperti yang saya ceritakan di atas. Ini seperti penutupan yang indah. Acara peluncuran-lembut kemarin berjalan santai. Apalagi dipandu oleh komedian Udjo Project Pop. Para undangan dipaksa ketawa sampai acara berakhir. [caption id="attachment_242375" align="aligncenter" width="630" caption="Direktur Utama Gramedia Pustaka Utama Wandi S Brata menyerahkan secara simbolis novel "]
[/caption] Mengawali acara, Ahmad Fuadi membacakan puisi yang digubah dari syair Imam Syafi'i. Setelah itu, Direktur Utama Gramedia Pustaka Utama, Wandi S Brata, menceritakan prestasi trilogi "Negeri 5 Menara" yang tercatat sebagai novel karya asli Indonesia yang paling banyak dicetak oleh Gramedia Pustaka Utama sejak penerbit ini berdiri lebih dari 30 tahun lalu. "Dua novel sebelumnya sudah terjual lebih dari 350 ribu kopi," papar Wandi. Wow! Dengan angka penjualan sebesar itu, tak berlebihan kalau pihak penerbit menganakemaskan trilogi mega best seller ini. Fuadi sendiri berharap novel ketiga ini melengkapi perjalanannya dalam menulis "Negeri 5 Menara". Setelah ini, "Saya sedang menyiapkan buku prequel yang rencananya akan diberi judul 'Anak-anak Danau,'" ujarnya. Acara dilanjutkan dengan pembagian novel dan pembacaan beberapa penggal cerita. Setelah itu MC menutup acara, saya langsung maju ke depan untuk minta tandatangan Fuadi. Soalnya baru kali ini saya bertemu sebagai peserta. Suasananya sangat berbeda dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya yang menempatkan saya sebagai narasumber sekaligus penyelenggara acara--sehingga tidak dapat kesempatan untuk menyodorkan buku dan meminta goresan tintanya. [caption id="attachment_242376" align="aligncenter" width="630" caption="Ahmad Fuadi membaca puisi di acara "]
[/caption] Keunikan Trilogi Ada tiga keunikan dalam proses produksi tiga novel trilogi "Negeri 5 Menara". Keunikan yang sengaja dibangun dalam rangka menambah nilai jual ketiganya. Pertama, dari segi pemilihan judul. Ketiga buku menggunakan angka ganjil. Dimulai dari angka 5, 3, lalu 1: "Negeri 5 Menara", "Ranah 3 Warna", "Rantau 1 Muara". Kedua, dari sisi waktu penerbitan. Penerbit memilih tahun ganjil, dimulai dari tahun 2009, 2011, lalu 2013. Keunikan ketiga terletak pada penggunaan 'matra pembangun jiwa' yang digunakan di ketiga novel. Matra diambil dari pelajaran Mahfudzot (hafalan kalimat-kalimat bijak berbahasa Arab) yang diajarkan di Pondok Modern Gontor Mantra ketiga yang diharapkan dapat menyihir pembaca adalah “man saara ala darbi washala” yang berarti "barang siapa berjalan jalannya akan sampai tujuan". Matra itu melengkapi dua mantra sebelumnya, yaitu “man jadda wajada” (barang siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil) dan “man shabara zhafira” (siapa yang bersabar akan beruntung). Akhirul kalam, saya senang bisa memiliki ketiga novel "Negeri 5 Menara". Karena belum sempat membacanya, berikut saya salinkan sinopsis novel seperti disampaikan penerbit:
Sinopsis Rantau 1 Muara Sebuah Novel Karya A. Fuadi Novel Ketiga dari Trilogi Negeri 5 Menara ------- Kepercayaan diri Alif sedang menggelegak. Sudah separuh dunia dia kelilingi, tulisannya tersebar di banyak media, dan dia diwisuda dengan nilai terbaik. Perusahaan mana yang tidak tergiur merekrutnya? Namun Alif lulus di saat yang salah. Akhir 90-an, Indonesia dicekik krisis ekonomi dan dihoyak reformasi. Lowongan pekerjaan sulit dicari. Kepercayaan dirinya goyah, bagaimana dia bisa menggapai impiannya? Secercah harapan muncul ketika Alif diterima menjadi wartawan di ibukota. Di sana, hatinya tertambat pada seorang gadis yang dulu pernah dia curigai. Kemana arah hubungan mereka? Takdir menerbangkan Alif ke Washington DC. Life is perfect, sampai terjadi tragedi 11 September 2001 di New York yang menggoyahkan jiwanya. Kenapa orang dekatnya harus pergi? Alif dipaksa memikirkan ulang misi hidupnya. Darimana dia bermula dan kemana dia akhirnya akan bermuara? Semboyan ketiga “man saara ala darbi washala” (siapa yang berjalan di jalannya akan sampai di tujuan) menuntun pencarian misi hidup Alif. Hidup hakikatnya adalah perantauan. Suatu masa akan kembali ke akar, ke yang satu, ke yang awal. Muara segala muara. Rantau 1 Muara adalah kisah pencarian tempat berkarya, pencarian belahan jiwa dan pencarian dimana hidup akan bermuara. Novel ini adalah buku ketiga dari trilogi Negeri 5 Menara yang ditulis A. Fuadi, novelis asal Minang yang pernah tinggal di Washington DC, London, Quebec, dan Singapura. Bertualanglah sejauh mata memandang Mengayuhlah sejauh lautan terbentang Bergurulah sejauh alam terkembang Artikel terkait:
Baca juga:
- Di Gontor, Tidak Ada Ujian Nasional! (Bagian 1)
- Di Gontor, Tidak Ada Ujian Nasional! (Bagian 2)
- Galeri Foto di Gontor, Saat Tidak Ada Ujian Nasional (Bagian 3)
- Mengapa di Gontor Tidak Ada Ujian Nasional? (Bagian 4)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H