[caption id="attachment_177490" align="aligncenter" width="587" caption="http://www.ladygaga.com/bornthiswayball/"][/caption] Sampai H-7, belum ada kepastian apakah konser Lady Gaga jadi digelar, 3 Juni 2012, di Gelora Bung Karno Jakarta? Perizinan masih dalam proses, sementara tiket sudah laku terjual dan persiapan harus terus berjalan karena hari H semakin dekat. Sempat beredar info pihak Lady Gaga membatalkan konser di Jakarta, tapi buru-buru dibantah oleh Big Daddy selaku promotor konser. Seorang teman yang kebetulan sudah membeli tiket Lady Gaga memilih tidak ambil pusing dengan isu yang berkembang. Termasuk penolakan dari sejumlah ormas dan rekomendasi polisi yang dikeluarkan berdasarkan penolakan tersebut. Menurutnya, selama pihak promotor tidak mengumumkan pembatalan, konser akan tetap digelar seperti rencana semula. Saya tertarik membahas kontroversi kedatangan Lady Gaga karena kebetulan suka dengan lagu-lagunya. Suka dengan suaranya. Juga respek atas branding yang dibangun selama ini lewat gaya berpakaian yang nyentrik, berani dan out of the box. Faktanya, popularitas Gaga tidak hanya menggeber industri musik tapi juga menjadi semacam 'kiblat baru' industri fesyen dunia. Lalu muncul pertanyaan besar, mengapa Lady Gaga harus ditolak hadir di Indonesia? Apakah karena pakaiannya yang super seksi? Atau karena ideologinya yang dianggap memuja setan? Atau karena keduanya? Atau sebenarnya bukan karena keduanya! Pembahasan seputar pakaian dan ideologi pasti tidak akan ada habisnya. Tapi dalam konteks industri hiburan, saya melihat Lady Gaga bukan sebagai sebuah gaya pakaian atau sebuah ideologi. Lady Gaga adalah produk yang dijual ke pasar. Dijual dalam bentuk utuh dan tidak tersedia pilihan untuk modifikasi. Ibarat mobil, konser Lady Gaga adalah mobil CBU (completely built-up) yang diimpor ke Indonesia untuk dijual secara luas. Atas dasar itu, wajar kalau penjual Lady Gaga tidak mau konsernya didikte apalagi dipleteri demi memenuhi kebijakan negara pembelinya. Itulah sebabnya muncul pembangkangan dari penyanyi bernama asli Stefani Joanne Germanotta ini saat menggelar konser di Filipina, Senin (21/5) lalu. Dua lagu yang diminta untuk tidak dinyanyikan saat konser, yaitu 'Judas' dan 'Born This way', tetap dibawakan di atas panggung, sehingga menuai protes keras dari kalangan Katolik di negara tersebut. Apa yang terjadi di Filpina kemungkinan besar akan terjadi juga di Indonesia. Pada titik sekarang ini, pihak kepolisian selaku pemberi izin dan penanggungjawab keamanan negara pasti pusing tujuh keliling. Membatalkan konser yang sudah laku tiketnya tentu tidak semudah membalik telapak tangan. Tapi kalau tidak dibatalkan, akan muncul gejolak yang sudah bisa ditebak wujudnya. Kalau dibatalkan, Indonesia akan kembali mendapat kesan sebagai negara yang kurang kondusif untuk industri hiburan (yang biasanya terkait dengan industri pariwisata). Kalau dibiarkan, apakah sudah siap menjamin keamanan dan mengatasi gejolak yang muncul setelahnya? Sambil memberi kepercayaan kepada aparat bahwa mereka pasti akan melakukan yang terbaik untuk kita, tidak ada salahnya kalau kasus Lady Gaga ini menjadi pelajaran berharga bagi para pelaku bisnis di industri hiburan. Pelajarannya cukup sederhana: Urusi dulu masalah perizinan sebelum jual tiket ke pasaran. Karena, bagaimana pun juga, sebuah rencana konser akan sangat rapuh jika belum dilengkapi dengan selembar surat izin dari sang penguasa!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H