Lihat ke Halaman Asli

Zulkarnain El Madury

Lahir di Madura pada tahun 1963,

Kemenangan Prabowo Sudah di Ambang Pintu

Diperbarui: 18 Juni 2015   03:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar saat acara Pertai di glora Bung Karno

Tumpuan jutaan mata tertuju ke MK [Mahkamah Kontitusi] dan DKPP [dewan kehormatan Penyelenggara pemilu] , sebagai pintu masuk melenyesaikan masalah. Semua pasangan pasti mendambakan keadilan MK, baik Pihak capres nomor satu atau capres nomor dua. Meraka sama menunggu putusan hakim yang terbaik buat masing masing capres. Sudah pasti saling berharap, Pihak Jokowilah yang harus menang, atau pihak Prabowolah yang harus menang, karena jelas tak ada yang mau kalah, tetapi masalah neraca keadilan itu bisa  berpihak pada yang benar dan menyingkirkan yang salah. Nah itulah hak MK bertindak , mengeksikusi vonis salah siapa yang harus salah, dan memvonis benar siapa yang harus benar, meskipun dunia hukum itu relatif tak ada yang mutlaq benar, namun yang benar itu pasti ada.

Mengapa judul tulisan ini menjelaskan " KEMENANGAN PRABOWO SUDAH DI AMBANG PINTU". Pembaca bisa mencermati 2 kasus besar Pilpres Di Papua dan DKI, terkesan sangat argumentatif yang tak bisa di patahkan oleh pihak KPU. Seolah benar adanya usaha KPU menjauhkan kemenangan Prabowo dari pilihan Rakyat, seolah sebuah kudeta suara rakyat, yang nyaris melonggarkan hukum pilih kawan dan hukum tendang lawan, yang mempersepsikan kawan adalah segalanya, kendati sangat manipulatis dan mencederai perasaan orang lain. Karena sangat berartinya kawan, dan sangat antinya kepada lawan menjadi titik tolak KPU menghalalkan segala cara, kesannya begitu.

Para saksi Papua,  jelas menempatkan Prabowo sebagai "orang yang benar", demikian bukti "Celincing" lebih mendekatkan Prabowo sebagai pihak yang teraniaya, dan bukti bukti beberapa TPS di Jakarta, memberikan aroma keharuman kebenaran seorang Prabowo yang teraniaya yang harus dipastikan kalah. Kalau benar sikap KPU menjadi pendukung Jokowi, modusnya adalah berdasarkan pengamatan dan kesaksian mereka yang terlibat dalam pemilihan Presiden tersebut, dan bisa dituduh penipuan , intimidasi, dan pemerkosaan terhadap rakyat dan hak haknya.

Itu menjadi aroma kemenangan Prabowo di MK, yang akan melahirkan sikap skeptis golongan lain, terutama Joko Lovers, sudah pasti akan kehilangan keseimbangan yang dapat merusak mental pendukungnya, melakukan pembelaan apa saja, sekalipun harus bentrok dengan sesama anak Negeri. Kemenangan Prabowo dapat tercium dari banyak kasus yang menjadi bukti kongkret kecurangan KPU yang sengaja melakukan abortus dan masturbasi Suara rakyat dengan konsep dan kewenangan KPU yang ada ?. Pemaparan Polres Nabire misalnya membuktikan kebenaran adanya penyelewengan di Papua, ditambah lagi dengan penghilangan data benar di Celincing, telah menjadi bukti kekuatan Prabowo harus keluar sebagai pemenang, meskipun dalam bentuk pilihan apa saja, yang jelas Posisi Prabowo dalam Pilpres itu disengaja menjadi "Prahara" oleh KPU dan para Jokowi lovers yang menutup mata hati dari "keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia" , sebagai cerminan Pancasila.

Meskipun Prabowo adalah pihak yang dikalahkan mulanya, toh pada akhirnya akan banyak mengungkap betapa demokrasi di negeri masih identik dengan uang dan ajian "mumpung" sebagaimana yang dianut KPU ?. Mengalahkan orang seharusnya "menang" dan memenangkan orang seharusnya kalah. Juga kemenangan Prabowo nantinya dipastikan akan menyingkap tabir kejahatan KPU ?. karena kemenangan Prabowo itu adalah perjuangan hukum, sudah jelas semua pihak yang terlibat akan berhadapan dengan hukum.

Kecurangan yang menimpa Prabowo sama halnya dengan kecurangan yang terjadi di masa orde baru, yang memposisikan KPU di masa itu paling menentukan dalam manipulasi suara, juga bisa merobah arah kekalahan menjadi kemenangan. Diktator KPU dijama pak Harto inilah yang masih membudaya dalam KPU hari ini, masih bernostalgia dengan kecurangan kecurangan KPU yang pernah berjaya memanipulasi data dan suara rakyat di jaman pak harto, semoga hal ini tak menjadi "budaya latah " negeri ini, seolah kebijakan bernegara bukan rakyat yang memilih tetapi KPUlah yang berperan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline