Lihat ke Halaman Asli

Jangan Panggil Aku Pelacur ( Part 2 )

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kondisi ruangan seluas 6 x 6 dan tak nampak ada yang namanya kamar. Hanya lemari menjadi dinding dan dua kasur sprimbet menjadi alas. Sprimbet di depan sepertinya menjadi ruang tamu sekaligus tempat ia bersantai, karena telah ada fasilitas TV LCD 19 Inci lengkap dengan soudsystemnya. Sedangkan sprimbet di belakang lemari panjang mungkin merupakan kamarnya.

Dengan berbusana seadanya dan tak perduli ada tamu atau tidak, nampaknya ia sudah terbiasa dengan pakaian yang mungkin saya bisa sebut, itu adalah pakaian diamana wanita biasa gunakan didalam kamarnya saat suhu dalam kamar terasa panas. Seyum manis ia lemparkan sehingga mengambarkan raup wajahnya yang sepertinya umur dia lebih muda dariku. Yah, harus saya panggil apa dia sebentar, Mbak atau adek ?. Tak usalah mempermasalahkan itu, saya sudah terbiasa memanggil semua user wanitaku mbak.

“Bisa laptopnya saya liat mbak ? ”

“Iaa sini masuk ke kamar.”

Saya awalnya cukup ragu, dengan ajakan kekamar. Saya tidak mau di perkosa, orang tuaku di kampung nanti bilang apa kalau saya pulang sudah tidak perjaka lagi. Walau nafsu sudah menderu  - deru, fikiran negatif berpesta di imajinasiku dan Iblis telah menyanyikan lagu godaaanya yang sangat merdu. Tidak, jangan salah paham dulu.

“Biar saya tunggu di depan sini saja mbak ?”

“Oke, tunggu ya saya ambil dulu laptopnya”

Merdu sekali suaranya dan terasa balance saat ia tersenyum. Sebenarnya dari tadi saya gemetaran sejak awal bertemu Entah kondisi apa yang saya alami ini. Semoga ini bukan sindrom yang bisa mengahancurkan mental ke-Pria-anku.

“Ini kak laptopku, tiba – tiba tidak bisa masuk di sistem operasinya”

Ahhh, dia memanggilku kakak, berarti benar anggapanku tadi kalau dia lebih mudah dari saya. Tanpa tanya terlebih dahulu umur dia berapa, langsung saja saya membanting stir dari sebelumnya memanggil mbak berubah mejadi adek. Ini mungkin cara yang manjur, agar supaya saya bisa menggap dia sebagai adek dan tidak berfikir macam – macam lagi.

“Ough, ini hanya mau di install ulang dek, saya install ullang nah”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline