Lihat ke Halaman Asli

Panglima TNI Ancam Eks GAM

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14278569411830109024

[caption id="attachment_376126" align="aligncenter" width="432" caption="https://www.facebook.com/photo.php?fbid=927355213970841&set=a.193006637405706.42443.100000891136637&type=1&theater"][/caption]

Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko menyatakan bahwa TNI siap angkat senjata untuk memerangi kelompok-kelompok bersenjata baru yang berasal dari para eks GAM. Hal tersebut dinyatakan beberapa waktu setelah peristiwa tragis yang menimpa dua prajurit yang tewas di tangan para penculik dan pembunuh yang diidentifikasi merupakan para mantan kombatan GAM. Senada dengan pernyataan Panglima TNI, sebelumnya Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu menyatakan penerapan Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh bisa terjadi jika situasi keamanan terus meningkat tajam dan adanya ancaman bersenjata dari kelompok-kelompok eks kombatan GAM.

Pernyataan dua pejabat tinggi pemerintah tersebut tentu menimbulkan reaksi dari politisi lokal maupun masyarakat. Fachrul Rozi, DPD asal Aceh menyatakan pernyataan tersebut dapat merusak perdamaian di Aceh. beberapa tokoh masyarakat pun menyatakan hal yang sama dan mengecam keras pernyataan kedua pejabat tinggi tersebut. pertanyaannya sekarang adalah apakah mereka sadar akan ancaman terhadap perdamaian Aceh yang tengah terjadi saat ini?

Bagi saya secara politik, pernyataan tersebut sah-sah saja, mengingat hal tersebut merupakan reaksi atas adanya aksi yang  dinilai mengganggu dan mengancam keamanan dan stabilitas. Memang ada yang berkomentar sinis, kenapa ketika prajurit TNI/Polri meninggal Panglima TNI segera bereaksi 'angkat senjata' dan Menhan beraksi 'DOM' sementara jika masyarakat sipil meninggal tidak ada reaksi dari kedua pejabat tersebut? Komentar sinis lainnya menyebutkan bahwa apakah keduanya tidak dapat membedakan kasus kriminal biasa dengan ancaman terhadap negara?

Perlu disadari oleh masyarakat, bahwa kasus yang terjadi terhadap kedua prajurit naas tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai peristiwa kriminal biasa. Penculikan dan pembunuhan prajurit TNI tersebut, tidak dapat disamakan dengan peristiwa perampokan dan pembunuhan biasa. Tidak ada unsur-unsur kriminalitas dalam hal ini. Kedua prajurit naas itu diculik, ditelanjangi dan lalu dibunuh dari jarak dekat oleh sekelompok orang bersenjata. Selanjutnya, Peristiwa ini melibatkan kelompok bersenjata yang tidak biasa. Saya katakan tidak biasa karena berdasarkan jenis peluru yang ditemukan dalam tubuh korban, senjata-senjata ini adalah senjata standard yang digunakan oleh hampir sebagian besar tentara di dunia. Dan yang paling penting, kedua prajurit ini tengah melakukan misi yang artinya mereka tengah melaksanakan tugas negara yang berarti juga mereka mewakili negara oleh karenanya penculikan dan pembunuhan terhadap keduanya adalah ancaman bagi negara.

Lalu, apakah peristiwa ini dapat mengancam perdamaian Aceh? saya katakan sudah hampir pasti. Ketika representasi dari negara terancam maka reaksi yang muncul bukan hanya dari institusi namun juga negara. Bagaimana dengan MoU Helsinki? sekali lagi, secara politik, ketika kesepahaman terlanggar oleh salah satu pihak, maka pihak yang lain, tidak memiliki kewajiban untuk tunduk dan taat kepada kesepahaman tersebut.Peredaran senjata berlaras panjang di Aceh bukanlah hal baru, dan bahkan sudah menjadi rahasia umum. Ketika pemotongan senjata yang disepakati dalam MoU Helsinki2005 lalu,senjata illegal sisa konflik masih terus terjadi. Pembunuhan dan teror politik bahkan terus terjadi sepanjang pemilu dan pilkada lalu. Oleh karenanya, komitmen dan niat tulus para elit GAM saat itu untuk perdamaian Aceh perlu dipertanyakan.

Kita semua tentu berharap, ancaman para pejabat tinggi negara tersebut tidak menjadi kenyataan, meskipun ada yang bernada sumbang menyatakan bahwa GAM pun siap angkat senjata. Saya merasa hal tersebut tidak perlu ditanggapi karena hanya orang bodoh saja yang berkomentar demikian berperang tanpa menilai kekuatan yang dimiliki serta membandingkannya dengan kekuatan lawan. Akhirnya, semoga Aceh tetap damai dan persoalan ini akan terungkap dengan segera.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline