Lihat ke Halaman Asli

SBY Urung Lantik Wali Nanggroe Aceh, Kenapa?

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13794765561608542941

[caption id="attachment_279606" align="alignnone" width="630" caption="Inikah Sebab SBY urung melantik Wali Nanggroe Aceh? (Sumber: Tribunnews.com)"][/caption]

Sedianya, pada tanggal 20 September mendatang, Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono akan melantik Pemangku Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al-Haytar sebagai Wali Nanggroe, namun jadwal yang dinanti-nanti oleh Partai Aceh dan para anggota DPRA khususnya asal Fraksi Partai Acehtersebut, terpaksa tertunda akibat permohonan surat pengukuhan Wali Nanggroe terlambat diserahkan kepada protokol negara untuk dijadwalkan. Pertanyaannya, benarkah karena sebab itu Presiden urung melantik Wali Nanggroe? Atau, benarkah setelah Presiden melihat dan mendengar langsung penolakan masyarakat Aceh terhadap Wali Nanggroe, menjadikan Presiden berfikir ulang untuk melantik sang Wali?

[caption id="attachment_279608" align="alignnone" width="630" caption="Inikah alasan SBY urung melantik Wali Nanggroe Aceh? (sumber: Tribunnews.com)"]

13794766341415511049

[/caption]

Apabila ditinjau dari sudut pandang protokol dan tata negara, memang penyampaian undangan lazimnya disampaikan setidaknya 1 bulan atau 3 minggu sebelum pelaksanaan atau hari “H”, dengan asumsi/pertimbangan kepadatan jadwal dari orang yang kita undang maupun jadwal-jadwal tentative lainnya yang mungkin terjadi perubahan pada 1 atau 2 minggu terakhir. Dari sudut pandang ini saja, menurut saya sudah terjadi kesalahan dari Badan Musyawarah (Bamus) DPRA yang baru pada tanggal 13 September 2013 lalu menyampaikan surat permohonan melalui Sekretaris DPRA A. Hamid Zein. Artinya DPRA “hanya” memberikan waktu lebih kurang hanya seminggu bagi protokol negara untuk membuat/menyusun jadwal Presiden yang memang terbilang padat. Secara etika hal ini juga dianggap tidak beretika, karena yang diundang untuk melantik bukanlah seorang teman, melainkan seorang Presiden, pemimpin sebuah bangsa, sehingga jelas, surat DPRA tersebut ditolak oleh protokol negara.

Selanjutnya, saya pun memperkirakan bahwa Presiden mungkin telah menerima laporan dan melihat langsung perkembangan situasi Aceh yang terbilang kurang kondusif menjelang rencana pelantikan Wali Nanggroe dimana terjadi demonstrasi di sejumlah tempat di Aceh serta merebaknya isu-isu negatif seputar Wali Nanggroe dengan berbagai kisah kontroversialnya hingga aksi pembakaran foto Wali Nanggroe dimana-mana. Dengan berbagai perkembangan negatif tersebut, tentu menjadi pertimbangan khusus bagi Presiden yang sangat concern dalam menjaga image nya tersebut.

Bagi saya pribadi, penolakan masyarakat Aceh sebenarnya bukan ditujukan kepada keberadaan Wali Nanggroe, namun lebih kepada sosok/figur Malik Mahmud yang dipilih oleh DPRA dan para eks kombatan GAM. Dimana ybs selama ini dianggap oleh masyarakat Aceh tidak memenuhi syarat yang layak untuk dapat menduduki jabatan terhormat itu ditinjau dari berbagai sudut pandang, baik sejarah, silsilah, kapabilitas, karakter dan latar belakang yang telah banyak menjadi bahan pembicaraan masyarakat Aceh. Yang paling menonjol adalah kemampuannya dalam membaca al quran yang diragukan, padahal sebagai Wali Nanggroe salah satu tugasnya adalah meninggikan dinul Islam di Serambi Mekah, bagaimana tugas tersebut dapat dilakukan dengan baik jika sang Wali nya sendiri tidak mampu apalagi fasih membaca Al quran? Bukankah kepemimpinan yang baik adalah memberikan tauladan kepada yang dipimpin?

Oleh karenanya, saya berkesimpulan bahwa Presiden mengurungkan niatnya untuk melantik Wali Nanggroe karena berbagai persoalan ini. Sebab, jika dilihat dari keistimewaan Aceh, dimana Wali Nanggroe merupakan salah satu keistimewaannya, maka sudah menjadi suatu “panggilan” bagi Presiden untuk “mengistimewakan” Aceh, khususnya Wali Nanggroe. Apalagi sebelumnya Gubernur Aceh Zaini Abdullah sempat bertemu dengan Presiden SBY di Jakarta, jauh sebelum surat permohonan DPRA dikirim, sehingga terlepas dari persoalan keterlambatan DPRA dalam mengirimkan permohonan, Presiden tentu akan lebih menjadikan acara pelantikan Wali Nanggroe sebagai “prioritas” dalam jadwalnya, dibandingkan dengan acara-acara lainnya. Penundaan tanpa berbatas waktu ini, bisa jadi justru menjadikan Wali Nanggroe tidak akan dilantik oleh Presiden!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline