Lihat ke Halaman Asli

Iskandar Alamsyah

Mahasiswa Universitas Andalas, Padang

"Laghouk" Meramal Jodoh ala Masyarakat Padang Pariaman

Diperbarui: 9 April 2022   17:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menikah dengan orang yang dicintai merupakan dambaan setiap insan manusia. Tidak jarang ada yang sampai rela pergi dari rumahnya demi bisa menikah dengan pasangan yang dicintainya karena merasa tidak direstui oleh orang tua kedua belah pihak. Selain karena terhalang restu kedua orang tua,  terkadang pernikahan bisa dibatalkan karena ketidakcocokan pasangan menurut sebuah tradisi suatu suku. 

Suku Jawa misalnya. Suku Jawa mengenal ramalan keserasian pasangan jika dilihat dari weton atau hari lahir. Hari lahir tersebut berupa hari pada penanggalan Masehi ( Senin, Selasa, dst) dan juga menurut penanggalan Jawa (Legi, Kliwon, dst). Masing-masing hari tersebut juga memiliki bobot nilai tertentu yang jika dijumlahkan akan menghasilkan angka dan digunakan untuk melihat keserasian. Misalkan ada suatu pasangan yang lahir di hari Rabu Wage, akan menikah dengan orang yang lahir di hari Sabtu Legi. 

Maka, Rabu Wage  (7 + 4 )  + Sabtu Legi ( 9 + 5 ),   11 + 14 akan menghasilkan 25.  Menurut Primbon Jawa,  angka 25 memiliki arti Sujanan yang mempunyai makna pasangan tersebut akan sering mengalami pertengkaran dan masalah perselingkuhan. Rupanya tak hanya pada masyarakat Jawa saja, masyarakat Padang Pariaman juga memiliki sebuah tradisi untuk meramal keserasian pasangan yang disebut sebagai Laghouk. 

Laghouk

Laghouk merupakan salah satu dari Palangkahan atau ramalan  pada masyarakat Minangkabau. Palangkahan Laghouk ini digunakan untuk mengukur keserasian pasangan oleh masyarakat Padang Pariaman. Sebelum dikawinkan, pasangan harus di laghouk terlebih dahulu apakah kedua pasangan serasi atau tidak.  Laghouk  dilakukan oleh mamak (saudara laki-laki dari ibu, baik kakak maupun adik) sebagai orang yang dituakan pada keluarga batih (keluarga inti) kepada kemenakannya. Jika kedua pasangan tersebut tidak menunjukkan keserasian, dikhawatirkan akan menimbulkan petaka. 

Masyarakat menyebutnya sebagai Mangupak. Suatu individu atau kelompok juga harus selalu memperhatikan perilaku dirinya sendiri ataupun anggota kelompoknya. Sikap ini sesuai dengan filosofi tradisional Minangkabau, berbunyi “dek ingek rantiang kamancucuak, ingek dek rabo kamalantiang” yang maknanya adalah untung tidak dapat diraih, malang tidak dapat  di elakkan.  Selain digunakan untuk mengukur keserasian, Laghouk juga digunakan sebagai pengikat atau aturan dalam perilaku kehidupan bermasyarakat termasuk generasi muda yang sudah dewasa (alah gadang). 

Laghouk Menghitung Jari Tangan

Dalam Laghouk ini, huruf awal nama depan dijadikan dasar untuk meramal. Karena setiap huruf dalam nama diyakini memiliki hubungan dengan tanda lain diluar diri si pemilik nama. Hubungan inilah yang dijadikan sebagai dasar dalam mencocokkan sifat, tingkah laku, dan perangai. Misal, nama Mirna akan menikah dengan Mario. Huruf depan nama mereka sama-sama berawalan M. Huruf M dihubungkan dengan MIM pada huruf hijaiyah di Al-Qur’an. Huruf MIM tersebut, jika pada Al-Qur’an berada diurutan ke 24. Karena, sama-sama ada diurutan nomor 24, maka 24 ditambahkan dengan 24 menjadi 48. Selanjutnya dihitung sampai habis dimulai dari ibu jari sampai ke jari kelingking dilanjutkan ke titik yang ada di telapak tangan. Cara menghitungnya searah dengan jarum jam. Jika sudah dihitung sampai habis, maka akan terlihat penghitungan itu akan berhenti di bagian jari yang sebelah mana.

  1. Jika berhenti di jari telunjuk (angkuah) artinya salah satu pasangan mempunyai kepribadian yang buruk. Masyarakat menyebutnya “talunjuak luruih kalingkiang bakaik, angkuah ka inyo " maknanya adalah sering seseorang menyalahkan orang lain, menunjuk orang lain, tetapi ia tidak sadar kalau ia sebenarnya yang salah. Biasanya pernikahan akan dibatalkan.
  2. Jari tengah (talago diateh gunuang) artinya sumber penghasilan tidak akan terputus, seperti kolam yang airnya tidak pernah mengering.
  3. Jari manis (bakasiah-kasiah) menandakan kehidupan pasangan yang biasa-biasa saja. Uang pengasilan hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
  4. Jari kelingking (salingkiang) menandakan adanya ketidaknyamanan antara kedua pihak. Pihak pria akan diremehkan oleh keluarga wanita ataupun sebaliknya. Pernikahan tersebut biasanya juga akan dibatalkan oleh kedua bela pihak.
  5. Ujung telapak tangan (talago dibawah gunuang) mempunyai makna perempuan mendatangkan untung untuk suaminya.
  6. Jari jempol (Niniak Mamak). Posisi ini sangat diharapkan oleh semua orang, karena diyakini jika seorang pria ia akan selalu dipertimbangkan dalam setiap musyawarah dalam keluarganya begitu juga dengan si wanita, pendapatnya akan sangat dibutuhkan oleh keluarga si pria

Selain Laghouk  menghitung jari tangan ada juga Laghouk menghitung batu kerikil. Untuk lebih jelasnya, anda bisa membaca jurnal  berbahasa inggris melalui link berikut:

scitepress

.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline