Oleh: Ervina Yuliyanti, ST., MT., Muhammad Iqball ST., MT., Ajrullah
Akses terhadap air bersih adalah salah satu tantangan terbesar yang dihadapi banyak komunitas di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 20% rumah tangga di Indonesia mengalami kesulitan mendapatkan air bersih. Masalah ini tidak hanya terjadi di pedesaan tetapi juga di kawasan pendidikan seperti pesantren. Dalam upaya mengatasi tantangan ini, sebuah program pengabdian masyarakat bertajuk Pelatihan Rain Water Harvesting: Teknik Pemanfaatan Air Hujan sebagai Sumber Air Bersih Alternatif telah berhasil dilaksanakan di Pesantren Quantum, Jatisampurna, Bekasi.
Analisis Situasi: Tantangan Akses Air Bersih
Pesantren Quantum merupakan salah satu lembaga pendidikan berbasis Islam yang berkomitmen pada pembentukan karakter dan wawasan berbasis nilai-nilai agama. Namun, pesantren ini menghadapi kendala besar dalam memenuhi kebutuhan air bersih. Ketergantungan pada air tanah, fasilitas yang terbatas, dan kurangnya pemahaman tentang pengelolaan sumber daya air menjadi permasalahan utama. Pada musim kemarau, situasi ini semakin diperparah dengan minimnya ketersediaan air tanah.
Sejalan dengan visi kemandirian dan keberlanjutan, pesantren ini memiliki potensi besar untuk mengadopsi teknologi sederhana namun efektif seperti Rain Water Harvesting (RWH). Teknologi ini menawarkan cara ramah lingkungan untuk memanfaatkan air hujan sebagai sumber air alternatif yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk kebersihan, irigasi, dan kebutuhan domestik lainnya.
Permasalahan dan Tantangan
Selama tahap awal analisis, ditemukan beberapa masalah utama di Pesantren Quantum yang memengaruhi efektivitas pengelolaan air:
Kurangnya Kesadaran dan PemahamanSebagian besar santri dan pengurus pesantren belum memahami pentingnya pengelolaan sumber daya air. Akibatnya, konservasi air tidak menjadi prioritas dalam aktivitas sehari-hari.
Keterbatasan Keterampilan TeknisPara santri tidak memiliki keterampilan teknis untuk merancang dan mengelola sistem RWH. Pengetahuan dasar, seperti penyaringan dan penyimpanan air hujan, juga belum mereka miliki.
Minimnya Fasilitas PendukungPesantren tidak memiliki fasilitas dasar seperti tangki penampungan air, sistem penyaring sederhana, atau talang air yang memadai untuk menerapkan RWH.