Lihat ke Halaman Asli

Ishikaanggun Novitapurwany

Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

Pemikiran dari Tokoh Marx Weber dan Herbert Lionel Adolphus Hart

Diperbarui: 30 Oktober 2024   22:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

A. Jurnal yang membahas tokoh Marx Weber dan Herbert Lionel Adolphus Hart (HLA Hart)

1)Pemikiran Max Weber

Max Weber terkenal dengan konsepnya mengenai "legitimasi" dalam sistem hukum dan birokrasi. Ia membedakan tiga jenis legitimasi utama dalam otoritas: tradisional, karismatik, dan rasional-legal. Dalam pandangan Weber, otoritas rasional-legal, yang berdasarkan aturan hukum dan birokrasi, dianggap sebagai bentuk yang paling efisien untuk mengelola masyarakat modern. Pemikiran Weber ini menjadi dasar penting bagi pemahaman hukum modern, yang memandang hukum sebagai hasil dari rasionalisasi dan birokratisasi masyarakat. Menurutnya, hukum adalah sarana untuk mencapai keteraturan dan prediktabilitas dalam interaksi sosial, serta menjamin bahwa kekuasaan dijalankan sesuai aturan yang jelas dan konsisten.

2)Pemikiran H.L.A. Hart

H.L.A. Hart dikenal dengan teori hukum positivismenya yang berpusat pada konsep "The Concept of Law." Menurut Hart, hukum terdiri dari dua jenis aturan: aturan primer yang mengatur perilaku manusia, seperti larangan kriminal, dan aturan sekunder yang mengatur proses pembuatan dan penegakan aturan primer, seperti prosedur legislatif. Hart juga memperkenalkan konsep "rule of recognition," yakni aturan yang mendefinisikan apa yang dianggap sebagai hukum dalam suatu sistem. Hart berpendapat bahwa suatu sistem hukum yang efektif harus memiliki kesepakatan sosial mengenai aturan-aturan ini untuk menjaga stabilitas dan legitimasi.

Relevansi dalam Konteks Indonesia

Dalam konteks hukum di Indonesia, pemikiran Weber dan Hart dapat memberikan perspektif berharga dalam menganalisis perkembangan hukum. Pengaruh Weber terlihat dalam pendekatan birokratis dan rasional-legal pada sistem hukum Indonesia, khususnya dalam upaya reformasi birokrasi dan penguatan lembaga-lembaga hukum. Sementara itu, konsep "rule of recognition" Hart bisa diterapkan dalam memahami tantangan pluralisme hukum di Indonesia, di mana terdapat berbagai sistem hukum yang berlaku (seperti hukum adat, hukum agama, dan hukum nasional) yang membutuhkan pengakuan serta kejelasan mengenai legitimasi masing-masing dalam sistem hukum nasional.

Dengan menerapkan pemikiran Weber dan Hart, sistem hukum Indonesia dapat lebih memahami pentingnya legitimasi, adaptasi terhadap perubahan sosial, serta penerapan aturan yang konsisten dalam proses hukum.

B. Pokok-pokok pemikiran Max Weber dan Herbert Lionel Adolphus Hart (HLA Hart) 

1. Pokok Pemikiran Max Weber

  • Otoritas Rasional-Legal: Weber memperkenalkan konsep otoritas rasional-legal yang didasarkan pada hukum dan peraturan yang rasional serta birokratis. Menurutnya, ini adalah bentuk otoritas paling efisien dan stabil dalam masyarakat modern.
  • Tipe-tipe Otoritas: Weber membedakan otoritas menjadi tiga tipe, yaitu tradisional, karismatik, dan rasional-legal. Otoritas tradisional didasarkan pada adat istiadat, otoritas karismatik berdasarkan pada daya tarik pribadi seorang pemimpin, sedangkan otoritas rasional-legal didasarkan pada aturan yang disepakati.
  • Birokrasi: Weber melihat birokrasi sebagai mekanisme yang penting dalam hukum modern karena mampu menegakkan aturan secara impersonal, konsisten, dan efisien. Namun, ia juga memperingatkan bahwa birokrasi dapat menciptakan "sangkar besi" yang membatasi kebebasan individu.
  • Rasionalisasi dan Hukum Formal: Weber menekankan pentingnya hukum formal yang sistematis dan tidak subjektif, di mana hukum modern diatur berdasarkan logika dan rasionalitas yang terstruktur, bukan berdasarkan nilai-nilai tradisional atau agama.

2. Pokok Pemikiran Herbert Lionel Adolphus Hart (HLA Hart)

  • Positivisme Hukum: Hart adalah salah satu tokoh utama dalam positivisme hukum, yang memandang hukum sebagai sistem aturan yang independen dari moralitas. Ia membedakan antara hukum yang "ada" (berlaku) dengan hukum yang "seharusnya" (moralitas).
  • Aturan Primer dan Sekunder: Menurut Hart, hukum terdiri dari aturan primer, yang langsung mengatur perilaku manusia (misalnya, larangan pencurian), dan aturan sekunder, yang mengatur bagaimana aturan primer diciptakan, diubah, dan diterapkan (misalnya, prosedur legislatif).
  • Rule of Recognition: Hart mengembangkan konsep rule of recognition, yaitu aturan yang menjadi dasar pengakuan sebuah aturan sebagai hukum dalam suatu sistem. Rule of recognition ini penting untuk memastikan keabsahan hukum dan stabilitas sistem hukum.
  • Fleksibilitas Hukum: Hart percaya bahwa sistem hukum harus mampu beradaptasi dengan perubahan nilai-nilai sosial, sehingga hukum tidak boleh kaku tetapi harus mampu berevolusi sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline