Lihat ke Halaman Asli

Sekelumit tentang Pembangunan Daerah Tertinggal

Diperbarui: 24 Juni 2015   15:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada hakikatnya pembangunan nasional harus bersifat adil, demokratis, terbuka, partisipatif dan terintegrasi, sehingga kesenjangan pebangunan daerah tertinggal yang ada saat ini dapat segera teratasi. Untuk mengatasi ketertinggalan suatu daerah menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah itu sendiri, namun Pemerintah lebih berperan untuk melakukan asilitasi dan koordinasi. Untuk menghasilkan program/kegiatan pembangunan yang komprehensif, terkoordinasi, terintegrasi, sinergis, efektif, dan efisien, perlu disusun sebuah strategi nasional percepatan pembangunan daerah tertinggal sebagai landasan bagi semua pihak (Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan masyarakat) dalam melaksanakan pembanguan daerah tertinggal.

Peraturan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor: 07/PER/M- PDT/III/2007 tentang Perubahan Keputusan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 001/KEP/M-PDT/II/2005 tentang Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal, merupakan gambaran implementasi tanggung jawab negara, maka hukum (peraturan perundang-undangan) dijadikan patokan utama, untuk meningkatkan sinergitas dan sinkronisasi program/kegiatan dalam rangka percepatan pembangunan daerah tertinggal (disingkat PDT).

Pertimbangan pembentukan peraturan perundang-undangan ini adalah adanya fakta berupa tantangan dan persoalan/masalah dalam pelaksanaan pembangunan yang dihadapi pemerintah pusat dan daerah. Reformasi hukum merupakan salah satu amanat penting dalam rangka pelaksanaan agenda reformasi nasional. Di dalamnya tercakup agenda penataan kembali berbagai institusi hukum dan politik, mulai tingkat pusat sampai tingkat pemerintahan desa, pembaruan berbagai perangkat peraturan perundang- undangan, mulai Undang-Undang Dasar 1945 sampai tingkat peraturan desa, dan pembaruan dalam sikap, cara berpikir, dan berbagai aspek perilaku masyarakat hukum kita ke arah kondisi yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.

Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam menentukan kebijakan dan program pembangunan yang terbaik bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah masing- masing. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah mengisyaratkan kepada kita semua mengenai kemungkinan-kemungkinan pengembangan suatu wilayah dalam suasana yang lebih kondusif dan dalam wawasan yang lebih demokratis. Termasuk didalamnya, berbagai kemungkinan pengelolaan dan pengembangan bidang pembangunan daerah tertinggal. Pemberlakuan undang-undang tersebut menuntut adanya perubahan pengelolaan dan pengembangan pembangunan dari yang bersifat sentralistik kepada yang lebih bersifat desentralistik.

Dalam rangka penanganan kesenjangan wilayah telah diintrodusir istilah daerah tertinggal. Daerah Tertinggal didefinisikan sebagai daerah kabupaten yang masyarakat serta wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional. Penyebab utama ketertinggalan suatu daerah diantaranya karena kebijakan pembangunan yang terlalu berdimensi sektoral. Hal ini dibuktikan dengan dominanya penerapan asas dekonsentrasidan orientasi sektoral pemerintah pusat. Pembangunan daerah tertinggal sebagai bentuk kesadaran kolektif dalam penanganan kesenjangan wilayah harus disikapi lebih serius. Sebab bagaimanapun kesenjangan wilayah merupakan isu sensitif bagi bangsa Indonesia, yang dalam beberapa fase sering menjadi pemicu timbulnya suasana yang tidak kondusif.

Berkaitan dengan pembangunan daerah tertinggal, pemerintah berkewajiban untuk melakukan percepatan pembangunan tersebut agar mampu mengejar ketertinggalan pembangunannya dengan daerah lain. Untuk itu dibutuhkan strategi pembangunan nasional sebagai arahan kepada kementerian, departemen dan non departemen, pemerintah daerah serta masyarakat dalam membuat arah kebijakan, program, kegiatan dan alokasi sumber daya yang berpihak pada percepatan pembangunan daerah tertinggal yang disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Mengengah Nasional 2010-2014 yang bertujuan terwujudnya kemakmuran masyarakat.

Kebijakan tentang desentralisasi di Indonesia yang diperkenalkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah pada dasarnya telah membuka perspektif dan peluang baru dalam pengelolaan pemerintahan dan pembangunan di Indonesia. Kebijakan ini telah mengubah basis pendekatan pengelolaan pemerintahan dan pembangunan yang bersifat top-down menjadi buttom-up. Dengan kebijakan itu, daerah mempunyai banyak peluang dalam ruang yang luas untuk merancang dan merealisasi usaha-usaha pembangunannya sendiri. Karena itu tidak berlebihan untuk menyatakan bahwa kebijakan baru tentang desentralisasi ini sebenarnya mengarahkan pada proses pembangunan Indonesia yang berbasis daerah.

Pembangunan pada hakikatnya adalah perubahan yang terencana dari situasional yang satu kesituasional yang lain yang dinilai lebih baik. Pembangunan Nasional yang telah dilakukan selama ini secara umum telah mampu meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, namun demikian pembangunan tersebut ternyata menimbulkan kesenjangan perkembangan antar Wilayah. Pada beberapa wilayah, ketimpangan pembangunan telah berakibat langsung pada munculnya semangat kedaerahan yang pada titik yang paling ekstrim diwujudkan dalam bentuk gerakan separatisme. Sementara itu, upaya-upaya percepatan pembangunan pada wilayah yang relatif masih tertinggal tersebut, meskipun telah dimulai sejak lebih dari sepuluh tahun yang lalu, hasilnya masih belum dapat sepenuhnya dinikmati oleh masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut.

Masyarakat yang berada di wilayah tertinggal pada umumnya masih belum banyak tersentuh oleh program-program pembangunan sehinggan akses terhadap pelayanan sosial, ekonomi, politik dan hukum masih sangat terbatas serta terisolir dari wilayah di sekitarnya. Oleh karena itu kesejahteraan kelompok masyarakat yang hidup di daerah tertinggal memerlukan perhatian dan keberpihakan pembangunan yang besar dari pemerintah khususnya pemerintah daerah.

Oleh karena itu untuk mengetahui urgensi peraturan perundang-undangan dalam pembangunan daerah tertinggal di Indonesia, perlu diperoleh gambaran langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah pusat dalam mempercepat pembangunan daerah tertinggal, sebagai salah satu produk hukum, maka agar dapat mengikat secara umum dan memiliki efektifitas dalam hal pengenaan sanksi, dalam pembentukannya harus memperhatilan beberapa persyaratan filosofis, yuridis dan sosiologis.

Dengan menganalisis kondisi pembangunan daerah tertinggal tersebut di atas menyuratkan bahwa proyek desentralisasi dan otonomi daerah sebenarnya merupakan proyek jangka panjang. Jika proyek ini diakuri sebagai paradigma baru penyelenggaraan pembangunan Indonesia yang berbasis daerah, maka pertimbangan-pertimbangan dari daerah seharusnya menjadi dasar bagi upaya-upaya pengembangan design (rancang bangun) Indonesia di masa depan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline