Lihat ke Halaman Asli

Yang Global Tertarik yang Lokal

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya menulis ini tidak hendak promosi. Tetapi berbagai referensi dengan pembaca semua. Nah, tentu diantara pembacara tahu mengenai McDonald’s kan? Ya, benar, ini adalah jaringan rumah makan siap saji yang terbesar di dunia. Hidangan utama di restoran ini adalah hamburger, namun juga menyajikan menu lain yang bercita rasa local dan disesuaikan dengan tempat restoran itu berada. Menurut situs Wikipedia, hingga tahun 2004 saja, McDonald’s memiliki 30 ribu gerai di seluruh dunia dengan jumlah pengunjung rata-rata 50 juta orang. Dengan ekspansi agresifnya ke seluruh dunia, McDonald’s dijadikan symbol globalisasi dan penyebar gaya hidup tersendiri.

Bisnis jaringan restoran ini, masih mengutip Wikipedia, dimulai tahun 1940 dengan dibunya sebuah restoran di California oleh Dick dan Mac McDonald. Sejak 1948 mereka merumuskan prinsip-prinsip dasar restoran siap saja modern.Hanya saja peringatan ulang tahun restoran ini tidak dihitung sejak 1940 itu, akan tetapi pada 15 April 1955, ketika Ray Kroc membeli lisensi McDonald’s di Illinois. Kroc kemudian membeli saham dua bersaudara itu dan memimpin perusahaan ini melakukan ekspansi di seluruh dunia.

Sudah dikatakan di atas, bahwa McDonald’s juga menyajikan menu dengan cita rasa lokal. Di Indonesia beberapa tahun lampau, restoran ini memperkenalkan McRendang, akan tetapi hanya bertahan beberapa bulan. Di Indonesia produk yang paling laku adalah “PaNas” atau paket nasi. Jarang McDonald’s menjual ayam goring atau spaghetti di Indonesia.

Konsep restoran juga kerap diubah. Di Hongkong, bahkan pasangan muda bisa menikah di McDonald’s. Di hari-hari Valentine, cabang di pusat kota dihiasi balon berwarna pink. Paket pernikahan, termasuk undangan, cinderamata, dan dekorasi ditawarkan seharga 9999 dolar Hongkong. Di samping itu, McDonald’s juga menyewakan gaun pengantin.

Di Italia, McDonald’s memproduksi burger dengan nama “McItaly” dengan menggunakan bahan-bahan lokal. Restoran ini bekerjasama dengan Kementerian Pertanian Italia hingga mendapatkan sertifikat resmi. Papan iklan di Roma didominasi gambar close up harmburger dengan bentuk negara Italia terpanggang di dalam rotinya. Inovasi iklan di jalanan menjadibagian pemasaran produk-produk lokal untuk bahan pembuatan McItaly. Dalam sebuah tayangan televisi, Menteri Pertanian Luca Zaia mempromosikan McItaly sebagai duta besar cita rasa Italia. Semua produk, seperti daging sapi, keju hingga saus, tersertifikasi asli Italia. McItaly diprediksi meningkatkan pendapatan para petani Italia sebesar 3,5 juta euro per bulan.

Sejak diperkenalkan 2011, bukan saja McItaly mengundang selera, akan tetapi juga perdebatan. Pendiri gerakan “Slow Food” (lawan dari “Fast Food”), Carlo Petrini, menuding pemerintah Italia merendahkan citra masakan Italia. Upaya untuk globalisasi, menurut Petrini, tidak mengandung makna promosi, akan tetapi melakukan standarisasi dan membuat citra lokal menjadi seragam.

Tetapi, pelanggan tetap banyak yang antre di banyak cabang restoran untuk memperoleh McItaly. Menu ini dikemas dalambungkus yang diberi stempel Kementerian Pertanian Italia. Setiap minggu menu ini laku sekitar 100 ribu kemasan.

Sementara itu, di Vermont, AS, McDonald’s menyediakan sirup maple dengan menu sarapan tepung havermont. Ini untuk menuruti instruksi Gubernur Negara Bagian Vermont, yang dikenal sebagai produsen sirup maple lokal. Di Norwegia, McDonald’s menawarkan burger ikan salmon yang menjadi selera masyarakat setempat dengan nama “McLaks.” Di India, tidak ada “Big Mac” karena orang Hindu tidak makan daging sapi. Yang ada adalah “Maharaja Mac” berisi daging ayam atau kambing.

Di Prancis, McDonald’s membuka bar salad. Di 1200 gerai di negara itu, dipromosikan menu yang menyehatkan. Dekorasi gerai di Prancis diwarnai dengan gambar sayur mayur pada dindingnya, dengan lampu yang remang-remang dan diiringi music jazz. Konsep ini laku di Prancis.

Lepas dari semua itu, sesuai logika pasar, upaya jaringan global untuk menyajikan warna dan selera lokal tergantung kepada keajegan pelanggannya. Fakta bahwa sebuah perusahaan multinasional menunjukkan kesadaran akan pentingnya menggunakan produk lokal tentu saja harus disambut positif. Barangkali itu baru langkah kecil, akan tetapi tetap saja penting.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline