Lihat ke Halaman Asli

Pajak, Mengapa Penting?

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Negeriyangtercintainibarumampu mengumpulkanpajak pada tingkat 13% Produk Domestik  Bruto, di mana 0,4% adalah disumbanoleh Pajak dan Retribusi Daerah. Denga bahasa  sederhana dikatakan bahwbaru  13% pendapatan kotorpenduduknegeriinidanhanya0,4%disumbangkan olehPajakDaerahdanRetribusi Daerah.Sungguhsangatrendah,jika dibandingkandengan negara tetangga Malaysia dan Thailanyang tingkatpajaknya adalahsekitar18%PDB, apalagijikadibandingkan dengannegaramajusepertiJepangdan Koreadengantingkatpajaknya masing-masingsekitar28%dan26%PDB.

Indonesia sebagai negarahukumyang menjunjung tinggihakdankewajibanwarganegaratelahmenempatkan perpajakansebagaisalahsatuperwujudan kewajibankenegaraanbagi warganya sebagaisaranauntukikutsertadalampembiayaan penyelenggaraan negaradanpembangunannasional.UUD1945telah menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kehidupan bernegara. Haliniditegaskan dengandiaturnyaperpajakan dalam konstitusi,yaituPasal23AUUD1945yangberbunyi,“Pajakdanpungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluanegara diatur dengan Undang-Undang“. DalampenyusunanUndang-Undang bidangperpajakansebagaimana amanatPasal23AUUD1945,pembuatUndang-Undang juga mempertimbangkan sistempenyelenggaraanpemerintahandiIndonesia yangmenganut asasotonomdantugaspembantuansebagaimana diatur dalamketentuan Pasal18UUD1945.Dalamkaitannya dengan pelaksanaan otonomidaerah,Pemerintah Daerahmemerlukansumber danayangcukupbesaruntukmenyelenggarakan pemerintahannyadan pelayanankepadamasyarakat. Sumberdanadimaksudmemegang perananpentinggunamendukung kelangsungan pemerintahan dan masyarakatitu sendiri. Sumberdana tersebudapat diperolehmelalui peransertamasyarakatsecarabersamadalamberbagaibentuksalahsatu diantaranyaadalah pajak.  Pajak sebagaisebuah  realitasyangada di masyarakat mempunyai fungsitertentuyaitufungsisebagaialatatau instrumenyangdigunakanuntukmemasukkandanasebesar-besarnya ke dalamkasnegaradanfungsimengaturdanmengarahkan masyarakat kearahyangdikehendakiPemerintah.

Pungutanpajakolehnegara, dapatdikatakan adilapabila dalam pembebanannya mengacupadakemampuanmembayar(abilitytopay) wajibpajaknya.Semakinbesarkemampuanseseorang,semakinbesar pulapajaknya,begitupulasebaliknya.Haltersebutdapat dilihat padajenis pajakpenghasilan, dimanaseseorangataubadan,barudapatdikenakan pajakapabilamempunyai kemampuanmembayar. Agarpelaksanaan pungutan   pajak   dapaberjala dengabaik,  adil,  lancar,  tidak mengganggukepentinganmasyarakat,sekaligusmembawahasil  yang baikbagikasnegarasertamemberikan jaminanhukumbaginegara maupunwarganya,makasegalasesuatunya harusditetapkan dalam peraturanperundang-undangan. KetentuanPasal23AUUD1945selain memberikan dasarhukumbagipemungutan pajakolehnegaraterhadap rakyat,jugasekaligusmengandung dasarfalsafahpajak,yangbersifat memaksauntukkeperluannegara.

Untuk mencapai tujuan nasional sebagaimantercantum dalam PembukaanUUD 1945, PemerintahbaikPusatmaupunDaerah menyelenggarakankegiatanpemerintahandapembangunanyang dibiayai antaralaindaripenerimaanpajak,termasukpajakdaerahdan retribusidaerah.Pemungutanpajakmerupakanpelaksanaanyurisdiksi pajak (tax jurisdiction atau kewenangadalam bidang perpajakan) sebagaiatributkedaulatanIndonesiauntukmengaturorangdanobjek yangberadadalamwilayahkekuasaannya (Knechtle,1979;dan Rohatgi, 2005). Yurisdiksi  pajak meliputi 3 (tiga) unsur, yaitu (1) regulasi(menyusunUUperpajakan),(2)penerimaan(meminta,secara legaldan faktual, sebagiandaripenghasilandan/atau kekayaanwarga masyarakat untukkeperluannegara),dan(3)administrasi (melaksanakan,mengelola,mengadministrasikan danpenegakan hukum). Secara teori, kecuali disebut dalam konstitusi (De Leon, 1993), kewenangan negarauntukmemajakipersonatauobjekdi wilayahnyatidak terbatas  (Knechtle,1979) sepanjangterdapat tax connecting factorsertadiaturdenganUU.Yurisdiksi pemajakan IndonesiatersuratdalamPasal23AUUD1945[semuladalamPasal 23(2)], yang berbunyi‘Pajakdanpungutanlainyang bersifatmemaksa untukkeperluan negaradiaturdenganundang-undang’.Dalamrangka memungut pajakdaerah,termasukPajakHiburan, ataskuasaPasal5 ayat(1),Pasal18,Pasal18A,Pasal18B,Pasal20ayat(2),Pasal 22D, dan Pasal 23A UUD 1945 disusun UU 28/2009Adapun mengenainorma-normadanpendefinisian istilahsepertisubjekpajak, wajibpajak,objekpajak(10kelompokjasapenyelenggaraanhiburan), dasarpengenaan pajak(DPP),tarifpajak,sanksi,caramenghitung pajak,tempatpemungutan, dikenakantidaknyapajakdimaksudtelah disuratkan denganjelasdantelahmendapat persetujuan atau konsensus darirakyatpembayar pajak melalui parawakilnyadiDPR.Karenadibentuk berdasarketentuan yanglebihtinggi(UUD1945,termasuk Pasal23A)danolehlembaga yangberwenang (lembagalegislatif),makaperaturan perundang-undangan terkait pajaktelah memenuhi asaslegalitasformal,proseduraldankonstitusional sehinggasahdanmempunyai dayalaku/valid(Soeprapto, 2007). Sebagaimana lazimnyaUUpajak,sifatnormahukumperaturan perundang-undangan tersebut adalahheteronoom artinyakewajibanmembayar pajakdatangnya bukandaripembayar pajaktetapidarinegaradandapatdipaksakan, sehingga subjek pajaksenang atautidaksenang harusmemenuhi kewajibanpajak(Soeprapto,2007).

Sumber hukumpajak,menurut DjafarSaidi(2007),meliputi: (1)peraturan perundang-undangan [perpajakan],(2)kebiasaanpraktikperpajakan [yangtelahdijadikanhukumtertulis],(3)traktat[termasuk perjanjian pajak],(4)yurisprudensi [putusanpengadilanmengenaiperkarapajak meliputi sengketapajakdantindak pidana pajakyangtelahmemiliki kekuatanhukumtetap],dan(5)doktrinperpajakan [pendapat ahli hukumpajakdibidangperpajakan]. Objekpajakmerupakan unsur penting dalamhukumpajakmateriil, danmerupakanconditiosinequa non pemungutapajak karena pajak hanya dapat dipungut jika terdapatobjekatau sasaranpengenaanpajaknya. Objekpajakadalah segalasesuatu[termasukkeadaan, perbuatan danperistiwa]yang denganUUdapatdikenakan pajak(DjafarSaidi,2007).Kata‘dapat dikenakan pajak’bermakna bahwasuatuobjekbolehatautidakboleh dikenakanpajak.Agarlebihbermanfaatbagipenerimaan pajakdan selainitu,penentuan suatuobjekpajakdapatdidahului dengan penelitianolehnegaraataudaerahselakupemegang yurisdiksidan pemungut pajak.MenurutDjafarSaidi(2007),objekyangdapat dikenakanpajakhampirtidakterbatastergantung pembuatUUuntuk menjaringnya sepanjang tidakmelanggarkesusilaan dankesopanan dalammasyarakat. Karenamenyangkut transferdana(dayabeli)dari sektorprivatkesektorpublik,sesuaikonsep revenuejurisdiction,objek pajakterkaitdengankemampuan membayarberupa penghasilan/pengeluaran atauhartawargamasyarakat.

Thuronyi(1996) menyatakan bahwasuatuUUPajakakanlebihefektifjikaperumusan terminologinya penuharti(meaningfull),mudahdipahami(intelligible), terpikirkandenganbaik(wellthoughtout),danterorganisasi rapi(well organized).Selainitu,UUPajakjugaharusunderstandable (mudah dibacadandipatuhidalampelaksanaan), organisatif(sistematika penyusunandankoordinasinya denganUUPajaklainnya),efektif (dapatdilaksanakannya kebijakanyangmenjaditujuanUU),dan integratif(konsistensiUUPajak dengansistemhukumnegaradanstail perumusannya). Dalampraktik,walausalingterkait,beberapakriteria tersebutjugaseringoverlapping.UUPajakberlaku padasemuaorang dan badanatastransaksiharian yang mungkinsecaranasionalhampir tidakterhitung.Karenanya, agardapatdilaksanakan denganmudah danbiayamurahrumusanUUPajakharustepat(precise), mudah dimengerti dansederhana(tidakkompleks) dalampelaksanaannya, namunefektifdalammerealisasikebijakanyangmendasarinya baik berupapenerimaan, denganmemperhatikan kepastian,keadilan, efisiensidankesederhanaan, dantujuanlainnya.Beberapakriteria dimaksuserinberbenturamisalnya  kesederhanaan   dengan keadilandankepastian,keadilandenganpenerimaan, ketepatan rumusandengankesederhanaan, dansebagainya.Benturankriteria demikianseringdieksploitasi olehparaperencanapajakdan penghindarpajak.  RichardGoode  (Bird, 1992)menyatakanbahwa salah satu dimensi politik dalam pelaksanaan UU Pajak adalah fenomenpenghindarapajak    dengaberbagai  rekayasanya termasuk adanyapolitical powerfull wealthy groups’(yangberhasrat) menghalangi bekerjanyasistempajak.

Dalam praktek perpajakanperlakuan berbeda terhadap kelompok usahasejenissudahterjadidenganpertimbangan prinsipkeadilan, efisiensi dan efektifitas penerimaapajak negara. Sebagai contoh adalah perlakuanberbeda yang terjaditerhadapbarang yang dijualoleh pengecerkecildanpengecer besardimanapenjualan pengecerbesar dikenaiPPNsementara pengecer keciltidak.Duausahasejenis (pengecer)diperlakukan berbedaolehperaturanperpajakankarena pertimbangan lainsepertiomset(skalausaha),segmenkonsumen (pembeli),danefisiensidanefektifitasperpajakan.Perbedaanperlakuan yang tidak boleh terjadimenurutsayaadalahduapengecer(retail)yang samabesarnya dikenaipajaksecara berbeda. Contohlainadalah penjual/pembeliprodukhasilpertaniansepertipadi,jagung,sayuran tidakdikenaipajakpertambahan nilai(PPN),sementaraitu penjual/pembeli produkpengolahanhasilpertaniansepertirotikaleng dan kue kejudikenaipajak(PPN).

MeskipunpadadasarnyaNegaradapatmemaksakan pengenaanpajak terhadapobjekapapun,namunsesungguhnyatidakmudahmencari objek pajak yangpotensial,mudah diadministrasikandanberkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline