Lihat ke Halaman Asli

Buruknya Investasi Gas di Eropa Timur

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Shale perspective” dinilai akan mengganggu kelangsungan industry di kawasan Eropa Timur. Sekedar mengingatkan kembali, “shale gas” adalah gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) yang terbentuk dari formasi serpihan bebatuan melalui proses yang dikenal dengan “fracking.” Lazim diketahui bahwa AS merupakan konsumen energi terbesar kedua di muka bumi ini setelah Tiongkok dan diiformasikan memiliki cadangan gas alam cair sangat besar yaitu 290 triliun meter kubik sebagaimana dicatat oleh Badan Informasi Energi setempat. Gas alam cair dewasa ini telah menyumbang sepertigas pasokan gas di AS dan tahun 2035 bisa mencapai 50%.

Di kawasan Eropa Timur, media mengkampanyekan penggunaan gas alam cair sebagai sesuatu yang positif, sehingga perusahaan minyak di Lithuania dan Polandia satu per satu mulai mengebor gas secara nonkonvensial tersebut. Ketimpangan kesadaran bisnis dan tingkat ketergantungan yang begitu tinggi dibandingkan perkiraan cadangan gas alam cair dapat mendorong untuk menghasilkan situasi serupa di Ukraina.

Perusahaan minyak AS, Chevron, telah mulai melakukan aktivitas wilayah Silute-Taurage, Lithuania, setelah memenangkan tender untuk melakukan pengeboran gas alam cair. Menurut pernyataan kantor perwakilan Chevron, hal itu dilakukan karena “anggaran, perundang-undangan, dan iklim regulasi di Lithuania secara substantif telah memberi dampak terhadap keputusan kinerja dan dasar-dasar komersial sehubungan dengan keputusan bisnis kami.” Kajian risiko bisnis nampak dalam pernyataan resmi disertai kekecewaan yang begitu tinggi kalangan politisi Lithuania yang dikenal kritis terhadap ketergantungan pasokan gas yang begitu tinggi dari Rusia.

Selama ini, pemulihan ekonomi di negara yang pernah menjadi bagian dari kekuasaan Soviet itu tergantung kepada bantuan dan subsidi Uni Eropa terutama untuk ketersediaan gas. Bagaimana menjelaskan kegagalan tersebut kepada para pemilih? “Duka gas alam cair”, demikian seruan The Baltic Times ketika memberikan respon terhadap tindakan Ketua Parlemen Vydas Gedvillas, yang menjajakan eksplorasi gas alam cair ke AS pada Oktober tahun lalu.

Sekalipun pengeboran gas alam cair akan memberikan efek negatif terhadap cadangan air bersih, elit Lithuania masih menggantungkan harapan tinggi terhadap kemungkinan impor teknologi “fracking” dari AS. Kegairahan Lithuania muncul setelah mengalami suhu cuaca yang tidak normal pada musim dingin 2013/2014 lalu. Pada saat itu baru saja pemimpin Lithuania memperoleh potongan harga 20% dari pertemuan dengan BUMN Rusia, Gazprom, di Moskow. Sekembalinya dari sana, dikabarkan, para politisi berkomitmen untuk menjaga pasokan gas hingga tahun 2020 dan menolak kemungkinan gugatan terhadap Rusia di pengadilan Eropa. Kesepakatan tersebut dan keputusan dini Lithuania untuk memperoleh royalty dari fracking mungkin akan memberikan efek serius bagi kelangsungan industry gas negara ini.

Obsesi Polandia terhadap gas alam cair nampaknya juga muncul karena harapan serupa, demikian ditulis oleh the American Interest. Pada tahun 2012, surat kabar setempat, Gazeta Wyborcza mulai kampanye besar-besaran yang nampak dari editorialnya agar pemerintah memberi perhatian kepada masalah gas alam cair. Meskipun pada 2013, Exxon Mobil, Talisman, Marathon, dan BUMN Lotos mulai mengebor gas, akan tetapi terbentur kepada kendala geologis dan perundang-undangan lingkungan dalam negeri. Dalam kajian Badan Informasi Energi AS, biaya recovery di Polandia meningkat menjadi 26%. Eksplorasi gas di 46 sumur minyak di Polandia nampaknya tak akan menguntungkan secara komersial. Pengadilan Eropa menganggap masih perlu waktu untuk mengembangkan fracking dan menetapkan bahwa mekanisme lisensi ”shale” di Polandia adalah bertentangan dengan hukum. Harapan terjadinya revolusi energi pun kemudian lenyap dalam sekejap.

Menarik menyimak pernyataan pakar energi Rusia, Nodari Simonia, yang telah memperkirakan kegagalan itu bahkan pada pertengahan 2013. Ia mengatakan, “Perusahaan AS, ConocoPhillips dan sekitar 40 perusahaan energi lainya berniat untuk terhadap potensi gas alam cair di Polandia. Mereka menjanjikan kedaulatan energi bagi pemerintah Polandia dan mengatakan bahwa Polandia akan menggantikan Rusia dalam memenuhi pasar energi di Uni Eropa. Dalam waktu hampir bersamaan, Exxon Mobil telah hengkang dari Polandia pada 2012 dan ConocoPhilips pun masih ragu-ragu.”

Impian Ukraina untuk bergabung dalam kelompok negara-negara yang mengembangkan fracking ternyata justru menghasilkan efek yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Situasi Ukraina tidak kondusif untuk mengembangkan gas alam cair secara inkonvensional. Ada banyak instabilitas politik dan perilaku korup yang menyebabkan investasi di Ukraina justru akan berisiko.

Sebagai contoh, pada tahun lalu Geoservice, sebuah perusahaan swasta kecil, tiba-tiba memenangkan tender pengeboran gas, dibandingkan 3 perusahaan lain yang lebih besar dan bermodal tinggi. Beberapa diantara perusahaan petinggi perusahaan ini ternyata memiliki hubungan dengan kroni Presiden—saat itu—Yanukovych.

Akhirnya, keputusan Shell untuk berinvestasi di sana sebesar US $ 400 juta tidak berarti bahwa ekstrasi gas alam di Ukraina akan menguntungkan. Setelah memperhatikan pengalaman di Lithuania dan Polandia, ada peluang bagi pemegang saham Shell maupun Chevron untuk mengubah pikirannya.  Ada banyak pertimbangan selain kepentingan bisnis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline