Lihat ke Halaman Asli

Mengapa AS Pasif dalam Pencarian MH370?

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Otoritas Malaysia resmi menyatakan selesai operasi pencarian pesawat MH370 yang diduga hilang pada 3 Maret lalu. Pasti ada kesedihan dan keprihatinan yang mendalam atas keputusan tersebut, dan pula ada ketidakpuasan atas tindakan tersebut. Identifikasi kejadian tidak pernah resmi dirumuskan, duka keluarga korban seakan dihadapkan pada jalan tiada ujung mengenai nasib anggota keluarganya.

Tetapi ada sisi lain yang layak disimak. Mari kita ingat pernyataan Menteri Pertahanan yang sekaligus pelaksana tugas Menteri Perhubungan Malaysia, Datuk Seri Hishammudin Hussein saat berujar, “kami sudah melaksanakan kewajiban sebaik-baiknya dan sejarah yang akan memberikan penilaian akan hal itu.”

Menjawab pertanyaan Financial Times, Menteri dengan meyakinkan mengatakan bahwa tidak ada keraguan-raguan soal keputusan pemerintah tersebut sembari berujar, “tidak ada hal baik yang dapat dilakukan lagi dibandingkan apa yang telah kami lakukan.”

Jurnalis Financial Times, CNN, dan banyak media asing lain nampaknya memiliki pertanyaan serupa yang ditujukan kepada AS dan badan intelijennya dan nampaknya mulai berhenti memberi keragu-raguan bahwa otoritas negeri jiran itu tidak transparan atau tidak sepenuhnya terbuka.

Seperti ditulis oleh Mathias Chang, pakar hukum yang pernah menjadi penasehat Mahathir Muhammad, media hendaknya focus kepada persoalan integritas AS dalam memberikan bantuan kepada Malaysia dalam 3 minggu pertama operasi pencarian, karena mestinya dapat memberikan bantuan yang lebih signifikan.

Reuters, dalam analisis yang dipublikasikan pada 26 Maret 2014 lalu mengeluarkan keyakinan bahwa operasi pencarian itu sarat dengan kepentingan geopolitik. Operasi pencarian yang melibatkan lebih 24 negara dan 60 pesawat dan kapal tersebut diwarnai oleh aksi geopolitik.

Di samping peran AS yang hangat-hangat kuku, para pengamat juga mengeluhkan tidak adanya koordinasi terpusat sampai kemudian Australia menambil peran besar usai mengklaim menemukan “obyek” yang diduga serpihan pesawat yang hilang.

Masalah ini dikarenakan Asia tidak pernah memiliki struktur pertahanan regional bergaya NATO, sekalipun sejumlah negara memiliki aliansi formal dengan AS. Negara persemakmuran seperti Malaysia, Singapura, Selandia Baru, dan Australia juga mememiliki kebijakan serupa dengan Inggris yang mendiskusikan persoalan pertahanan di masa krisis.

Misteri yang semakin mendalam atas nasib pesawat Boeing 777 adan 239 penumpang dan awak kabin, yang mayoritas warganegara Tiongkok, telah menunjukkan dengan jelas kategori teknologi militer yang mungkin menjadi kunci.

Tetapi upaya menguak misteri itu buntu karena keengganan negara satu dengan yang lain untuk membagi data sensitif, yang ditunjukkan dengan luasnya daerah pencarian.

Satu-satunya negara yang memiliki teknologi untuk menyasar obyek dalam tingkat kedalaman tinggi adalah AS. Ini sudah dibuktikan dengan penemuan obyek pesawat Air France 447 setelah kecelakaan di lautan Atlantik Selatan 2009 lalu.

Sementara Malaysia dipaksa untuk mengerahkan seluruh kekuatan Angkatan Udara, keengganan negara-negara di sekitar Malaysia untuk mengeluarkan data radar sensitif berperan besar dalam kegagalan operasi selama beberapa hari.

WantChina Times, yang berkedudukan di Taiwan menulis bahwa AS mengambil keuntungan dari operasi pencarian itu untuk menguji kehandalan satelit-satelit Tiongkok dan menilai kemampuan armada Angkatan Udara mereka. Erich Shih, kepala reporter untuk laporan militer berbahasa Tiongkok, Defense Internationanl, mengatakan bahwa AS memiliki lebih banyak satelit tetapi tidak ambil bagian dalam operasi, yang hilang kontak hampir satu jam dalam penerbangan dari Kuala Lumpur ke Beijing. Shih menganggap AS bersikap pasif karena menunggu informasi yang diberikan oleh satelit Tiongkok.

Mathias Chang juga menulis isu Israel yang memanfaatkan tragedi itu untuk membuat opini negatif soal Iran, sebuah negara yang memiliki hubungan dekat dengan Malaysia.

Operasi pencarian dinyatakan selesai, tetapi masih menyisakan pertanyaan yang perlu dijawab.

1.Jika pesawat mengubah rute, siapa yang memberikan perintah?

2.Perubahan rute itu dilakukan secara manual atau elektronik?

3.Jika diduga ada mekanisme itu, negara mana yang memiliki teknologi untuk melakukannya?

4.Apakah MH 370 telah dipersenjatai sebelum menuju Beijing?

5.Jika ya, jenis senjata apa yang digunakan untuk misi itu, senjata biologis, rakitan bom atau apa?

6.Apakah Tiongkok menjadi target dan jika ya mengapa?

7.Negara yang menganggap melihat “obyek” yang diduga pesawat yang hilang pertama kali adalah Australia, disusul Prancis, Thailand, Jepang, dan Inggris melalui Immarsat. Mengapa AS tak mengerahkan satelit intelijen hingga hari ini?

8.Sebelum lokasi operasi diubah ke kawasan Samudera Hindia, adakah misi di Laut Tiongkok Selatan, kawasan yang dewasa ini menjadi ajang sengketa banyak negara?

9.Mengapa media massa abai terhadap kemampuan radar Kepulauan Diego Garcia, pangkalan militer strategis AS?

10.Mengapa tidak ada pertanyaan jalur penerbangan MH730, jika dipercaya hilang kontak di Samudera Hindia? Mengapa tidak ada perangkat yang mampu menyerap obyek tak terindetifikasi dari pangkalan militer Diego Gracia?

11.Satelit Hexagon telah dioperasikan AS sejak 1970-an, memiliki kemampuan deteksi 0,6 meter, tak adakah teknologi dalam perkembangan terakhir yang mampu mendeteksi obyek yang lebih kecil lagi?

12.Pada 6 April 2012, US meluncurkan misi NROL-25 dari Pangkalan Udara California, suatu satelit yang mampu mendeteksi obyek di seluruh dunia dalam situasi gelap dan terang, mampu menembus awan, dan benda-benda bawah tanah seperti misalnya bunker militer. Para pakar mengklaim satelit itu mampu menembus benda yang jauh dari pandangan mata bermil-mil jauhnya. Mengapa teknologi ini tidak pernah mengemuka dalam peran AS untuk pencarian MH730?

13.Pada Desember 2013, AS meluncurkan roket Atlas V, yang membawa satelit NROL-39, yang dengan ini AS mengklaim “taka da sesuatu pun yang lepas dari pandangan kami.” Tetapi dalam pencarian MH730 AS tetap bungkam.

Semoga tak ada lagi tragedy semacam itu, once and never again.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline