Lihat ke Halaman Asli

Makna Memaafkan bagi Nyeri Spiritual di Hari Fitrah 1442 H

Diperbarui: 12 Mei 2021   15:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Satu hari lagi bulan Ramadhan akan segera meninggalkan kita bagi pemeluk Islam. Hari Idul Fitri pun akan di jelang pada esok pagi. Tulisan saya kali ini tentu bernuansa khusus mengenai arti dan makna di balik memaafkan (forgiveness) bagi kesehatan jiwa individu muslim. Memaafkan di kala Idul Firtri bagi umat muslim merupakan salah satu kesempurnaan dari perjuangan yang telah dilakukan dalam menahan segala hal negatif dan amarah yang dapat membatalkan ibadah puasa.  

Setelah satu bulan lamanya umat muslim berpuasa, maka jiwapun kembali menjadi firah dan bersih dari segala dosa dan emosi negatif. Idul Fitri sebagai hari yang fitrah tentu di sambut dengan hati yang bersih dan penuh pengampunan. Maka tidak lengkap rasanya apabila lebaran yang di syukuri dengan rasa gembira dan penuh aneka makanan ini, tanpa kita awali dengan kegiatan bersalam-salaman untuk saling memaafkan.

Memaafkan adalah aktivitas memberikan maaf kepada orang lain sebagai bentuk kesempurnaan dari jiwa individu yang fitrah dan bersih dari perbuatan dosa dan wujud hadiah bulan Ramadhan yang penuh berkah. Penyucian hati di hari yang fitrah tentu terasa lengkap dengan saling memaafkan diantara kita. Dengan membuka hati untuk pengampunan segala kesalahan yang pernah diperbuat diantara manusia maka akan memudahkan pemberian ampunan dari Allah SWT.

Apabila kita membicarakan apa arti di balik memaafkan maka terkandung makna yang dasyat  terhadap "nyeri spiritual" atau spiritual pain. Nyeri spiritual adalah pengalaman hidup yang tidak mengenakkan dan disebabkan dari pemutusan hubungan, ketidakharmonisan, ketidakselarasan dan disintegrasi dalam interaksi antar manusia. Nyeri spiritualitas ini tentu sangat berhubungan dengan kondisi kesehatan jiwa seseorang.

Nyeri spiritual merupakan perasaan terdalam dari pengalaman yang pernah dialami individu dan bersumber dari 3 komponen, yaitu: (1) pertentangan intrapsikis, (2) hubungan antar individu (konflik interpersonal), dan (3) hubungan dengan Sang Pencipta, yaitu Allah SWT. Hubungan tersebut dapat berupa pencarian makna dari pertanyaan diri individu terhadap penderitaan yang pernah dialami dengan mempertanyakan "mengapa saya?"

Padahal banyak hal yang terjadi dalam kehidupan kita tidak selalu harus ditemukan jawaban dari pertanyaan mengapa-nya. Kondisi tersebut menimbulkan suatu nyeri spiritual yang berupa: keputus-asaan, penderitaan, kesedihan, dan kegelisahan yang mendalam. Secara awam, kita mengenai nyeri spiritual itu sebagai bentuk dari rasa sakit hati akibat adanya perlakuan tidak enak dari orang lain kepada diri individu yang merasakannya. Perasaan tersebut sangat kental dipengaruh latar belakang religiusitas dan budaya dari tiap individu.

Definisi nyeri spiritual yang telah ditetapkan oleh para ahli adalah rasa sakit di dalam diri individu yang tidak berasal dari penyebab fisik, tetapi akibat hubungan individu yang rusak, kehilangan mana dan tujuan hidup, rasa penyesalan, keinginan mati, dan penderitaan. Penyebab umum dari nyeri spiritual biasanya adalah adanya kehilangan hubungan, jati diri, kendali tujuan, makna dibalik kehidupan, dan keadaan dunia di sekitarnya.

Memaafkan merupakan formula ampuh dari pengampunan akan pengalaman rasa sakit di atas dengan cara ikhlas memberikan pemaafan kepada diri pribadi sendiri dan orang lain yang pernah menyakiti untuk kemudian memperoleh pengampunan dari Allah SWT. Dengan demikian nyeri spiritual yang dialami menjadi hilang dan berubah menjadi kesehatan jiwa yang fitrah dan bahagia.                    
Sebagai akhir dari tulisan ini, mari kita membukakan pintu maaf yang sebesarnya untuk saling bermaafkan atas segala kesalahan yang pernah dilakukan, baik secara sadar atau tidak diantara kita. Dengan hilangnya nyeri spiritual maka timbul peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan psikologis (well-being) pada diri kita.
Selanjutnya tercapai kesehatan jiwa yang fitrah dan sehat secara mental. Penutup, penulis mengucapkan: 

"Selamat Har Raya Idul Fitri 1442 H / 2021 M - Mohon Maaf Lahir dan Bathin".    
* dr Isa Multazam Noor, MSc, SpKJ (K) - Psikiater dan Dokdiknis FK Yarsi Jakarta  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline