Lihat ke Halaman Asli

Wayang Urban, Lakon Karna yang Terhanyut

Diperbarui: 26 Juli 2023   16:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi/Isam Firmansyah

Oleh: Isam Firmansyah

Tidak seperti dalang pada umumnya yang memakai beskap dan memakai keris yang terselip di belakang pinggang. Dalang Nanang Henri Priyanto atau dikenal dengan Nanang Hape mengenakan kemeja model kerah sanghai lengan panjang yang mirip dengan baju koko. "Jadi nonton wayang urban sambil rileks saja" ungkapnya pada saat pagelaran dimulai di Gedung Kesenian Cak Durasim Surabaya, Kamis, 3 November 2022.


Bermodalkan menyeker, dia mencenceritakan sang lakon Karna yang terhanyut di sungai oleh ibunda nya sendiri.
Kisah pewayangan ini bermula dengan Dewi Kunti yang sedang mengandung putranya. Ada yang beranggapan bahwa sang dewi telah dihamili oleh Sang Dewa Matahari Bhatara Surya. Maka ada juga yang menganggap Pandu Dewanata lah yang sudah menghamilinya.
Pandu Dewanata tidak bertanggung jawab dan umurnya masih terlalu muda. Hingga pada suatu hari anak itu telah lahir dari rahim sang dewi. "Kuberi nama bayi ini Karna", ucap sang dewi yang didalangi oleh Nanang Hape.


Sang ayah yang tak bertanggung jawab tidak mendatangi kelahiran anaknya, membuat sang dewi kesal lalu menghanyutkan putranya di sungai. Hingga ditemukanlah bayi itu oleh seorang kusir istana Hastinapura lalu merawatnya dengan sang istri.
Karna mendengarkan bisikan orang tua tirinya pada malam hari. "Bagaimana kita merawat dia hingga kelak dewasa. Dia adalah anak yang disingkirkan." resah Adirata.


"Tapi bagaimanapun kita harus merawatnya, karena sekarang dia adalah anak kita" jawab Radha.
Di saat adegan inilah perpaduan antara alunan musik kontemporer yang dibawakan oleh Bestfriend Project yang berada di kanan panggung dengan Gamelan Sawunggaling UNESA disebelah kiri panggung, menciptakan melodi dan alunan musik yang begitu apik. Jarang sekali dalam pertunjukan wayang mengalunkan musik kontemporer, umumnya hanya gamelan hingga musik tradisional saja.


Di keesokan harinya Karna begitu kesal, dia berbicara kepada ibunya. "Ibu apa benar aku ini bocah yang disingkirkan dan terhanyut di sungai. Seperti yang ibu ucapkan dengan ayah kemarin malam". Karena tak ingin melukai hati sang anak, Radha bercerita di desa sebelah ada seorang perempuan yang telah diperkosa oleh raksasa hingga jabang bayi yang telah lahir dibuang ke sungai.
Karna akhirnya mempercayai jawaban dari ibunya. Walau sudah mengetahui bahwa Karna adalah anak angkatnya. Radha menganggap bocah itu adalah putranya sendiri.


Karena kecerdasan yang dimiliki Karna, orang-orang menganggap Karna adalah sosok yang di idolakan di kampungnya. Setiap gang dan lorong yang dihuni oleh masyarakat kampungnya sangat mendambakan Karna untuk menjadi sosok pemimpin yang mampu membawa perubahan, terutama untuk kampungnya.


Dalam alkisah Pewayangan Jawa pada umumnya, Dewi Kunti merupakan murid dari Durwasa. Durwasa memberikan mantera yang disebut dengan Adithyahrehdaya kepada muridnya untuk memanggil dewa dan mendapatkan anugrah putra darinya. Sang dewi mencoba mantera itu yang akhirnya dikaruniai seorang putra oleh Bhatara Surya yang merupakan sang dewa matahari. Bocah itu dinamakan dengan Karna. Sang dewi menghanyutkan anaknya di sungai Aswa, dilengkapi dengan perhiasan dan pakaian dari Bhatara Surya agar identitas Karna diketahui oleh orang yang mengambilnya. Dia diberinama Basusena oleh orang tua tirinya.
Dari kisah itu, Wayang Urban yang bertajuk "Surat Cinta Dewi" yang didalangi oleh Nanang Hape menyanjikan pertunjukan wayang dengan konsep yang unik. Tidak seperti dalang umumnya, Nanang menyuguhkan cerita wayang Karna dengan cara berdiri lalu duduk kembali menghadap ke arah penonton.


Nanang menyajikan pewayangan itu dengan cara yang berbeda. Pada saat lakon Karna, Nanang bersama 5 dalang cilik dari Sanggar Baladewa menyeritakan nya di depan tepi panggung dengan duduk menghadap ke arah penonton. Serasa seperti bercerita wayang dihadapan anak-anak walaupun pertunjukan digelar di atas panggung.


Akan menjadi kisah menarik bila sang anak dipertemukan dengan ibundanya, namun sayangnya dalam pagelaran wayang ini tidak ada cerita dan adegan yang menjelaskan hubungan Dewi Kunti dan Karna selanjutnya. Apakah setega itu? Semalu itu?
Jika dikatikan dengan fenomena masa kini, ada beberapa ibu masih belum pantas menjadi seorang ibu yang membuang dan menghanyutkan anaknya di berbagai tempat. "Le sesok lak wes rabi duwe anak lan bojo, ojo lali kuwi kudu mok ramut sing genah. Ojo sampek nganti anakmu mok guak nak tong sampah, hanyutno sungai" pesan Nanang Hape kepada dalang-dalang cilik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline