Lihat ke Halaman Asli

Keindahan Berwisata Sekaligus Berfilosofi

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1310005309628135394

Jogja, sebutan yang menarik dari nama sebuah provinsi (DIY) Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogya merupakan provinsi tertua kedua di Indonesia setelah Jawa Timur. Sistem monarki yang begitu kental, membuat Jogja memiliki daya tarik tersendiri bagi para wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Salah satu objek wisata yang dapat dijadikan bahan pelajaran sejarah sekaligus pengkajian filosofi kehidupan adalah Keraton Yogyakarta.

[caption id="attachment_121106" align="aligncenter" width="420" caption="http://starfish7-koga.blogspot.com"][/caption]

Keraton Yogyakarta atau Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1756 Masehi atau tahun Jawa 1682, tepatnya setelah perjanjian Giyanti. Perjanjian Giyanti adalah kesepakatan antara VOC dengan pihak Mataram yang diwakili oleh Sunan Pakubuwana III.

Masyarakat Yogyakarta tidak hanya menganggap Keraton sebagai simbol kebudayaan semata. Lebih dari itu, masyarakat mengartikan keraton sebagai filosofi kehidupan. Oleh karena itu, tidak heran jika masyarakat Yogyakarta dikenal dengan prinsip hidup dan keramah - tamahannya. Semua itu tentunya tidak lepas dari filosofi yang ditanamkan oleh raja – raja terdahulu.

Beberapa filosofi yang dapat diambil dari ka-ratu-an (tempat tinggal raja/ratu) ini adalah tata letak dan tata ruangnya. Jika Anda berkunjung kesana dan seorang abdi dalem atau orang yang mengabdikan dirinya untuk keraton menghampiri, cobalah bertanya beberapa filosofi tersebut.

Salah satu filosofi dari tata letak keraton adalah mengenai kelahiran dan kematian manusia. Garis besarnya, wilayah Keraton memanjang 5 km ke arah selatan hingga Krapyak dan 2 km ke utara berakhir di Tugu. Pada garis ini terdapat garis linier dualisme terbalik, sehingga bisa dibaca secara simbolik filosofis. Dari arah selatan ke utara, sebagai lahirnya manusia dari tempat tinggi ke alam fana, dan sebaliknya sebagai proses kembalinya manusia ke sisi Dumadi (Tuhan dalam pandangan Jawa). Sedangkan Keraton sebagai jasmani dengan raja sebagai lambang jiwa sejati yang hadir ke dalam badan jasmani.

Filosofi lainnya yang dapat diambil dari Keraton ini adalah dari tata ruang. Tugu dan Bangsal Manguntur Tangkil atau Bangsal Kencana (tempat singgasana raja) yang terletak dalam garis lurus. Hal ini mengandung arti, ketika Sultan duduk di singgasananya dan memandang ke arah Tugu, maka beliau akan selalu mengingat rakyatnya (manunggaling kawula gusti).

Keraton Yogyakarta sangat cocok untuk menjadi objek wisata bagi Anda yang ingin mendapatkan ilmu pengetahuan baik dari segi sejarah, bahasa, hingga filosofi. Lebih dalamnya lagi, Anda akan banyak mengetahui bagaimana masyarakat menjalani kehidupan sosialnya tanpa lepas dari filosofi – filosofi yang terdapat di Keraton ini.

Tanggal : 06/06/2011

Oleh : Isa Amruzi

Sumber : Dari berbagai sumber online dan offline

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline