Lihat ke Halaman Asli

Alifis@corner

Seniman Serius :)

Ujang, Manusia Merdeka

Diperbarui: 19 Agustus 2021   16:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(nu.or.id)

Selepas jum'atan pak Alba dan kelima sahabatnya duduk di serambi masjid yang  sudah sepi. Sepi sebab dari yang sedikit yang hadir sudah bergegas pulang. Sepi karena sebagian besar jamaah pilih ibadah di rumah dengan salah satu dari dua alasan, tempat ibadah tutup selama PPKM atau  jaga diri menghindari kerumunan.

Masjid ini sebenarnya tidak pernah tutup selama pandemi. Tidak tutup secara harfiah, karena selalu ada aktivitas ibadah. Dan juga tidak pernah ada kerumunan. Shaf saja dijaga berjarak. Gerbang memang tertutup atau setengah tertutup, tapi jujur tidak pernah terkunci. Siapa manusia yang lancang mengunci rumah Allah, sementara Allah menerima kapanpun sujud simpuh dan segala keluh dari hambaNya.

"Gerbang masjid tampak tertutup bagi yang enggan, tapi terlihat terbuka bagi yang meniatkan diri dan merendahkan hati"

"Kami hadir karena kami manusia merdeka. Tidak mutlak terbatasi oleh aturan buatan manusia", begitu alasan pak Alba dan para sahabat. Mereka terpanggil oleh adzan, yang menggetarkan hati. Urdu, urusan dunia masih bisa ditunda, dan tak kan hilang rejeki karenanya. Rejeki tidak selalu harta, jabatan, kekayaan, kesehatan. Urusan rejeki bagi manusia adalah bersyukur dan bersabar.

PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) ala pemerintah, tujuannya baik walau tidak selalu tampak baik-baik saja. Ini urusan yang bersentuhan dengan sesama. "Dimaknai positif saja, dalam rangka hablum minannas", kata pak Alba dan para sahabatnya. Konsisten mentaati  protokol kesehatan secara ketat dan hati-hati. Jaga jarak, pakai masker dan cuci tangan.

 Tidak ada yang salah dengan itu. Menjadi tidak bijak bilamana ketidaksepakatan shalat berjarak, berimbas diri semakin berjarak dengan masjid dan jamaah. Bersabar artinya, keadaan apapun, sisir makna positifnya dan ikhtiarkan. Bukan tinggalkan.

Tapi pak Alba dan para sahabatnya sebenarnya  mengikuti prinsip PPKM yang lebih utama, "Perbanyak Pergi Ke Masjid". Ini lebih menyentuh nurani dan jiwa tersantuni. Pandemi yang tak pasti, lebih baik cari pegangan membahagiakan, yang menenangkan hati. Pak Alba bilang," Ini butuh kedewasaan dalam memaknai hablum minallah dengan perbanyak sujud, dialog dan diskusi dengan Sang Pencipta".

Intinya, pak Alba dan para sahabat terlihat bahagia, masih sempat mengobrol bebas dikala banyak orang paranoid dan takut. Bukan bandel ya ! Ini karena taat dengan kedua pemaknaan PPKM diatas. Mereka merasa menjadi manusia merdeka secara logika dan jiwa. Pembebasan yang melegakan. Pembebasan yang memerdekakan akal dan jiwa.

Di tengah obrolan syukur mereka tentang manusia merdeka, secara tak sengaja di tengah obrolan dilintaskan dan diingatkan dengan satu sosok unik, yang membuat mereka merenung, menunda bahagia dan merasa sosok ini seketika mendangkalkan kedalaman makna kemerdekaan dalam persepsi logika. Sosok itu bernama pak Ujang.

Pak Alba tidak mengenal secara pribadi pak Ujang, yang aslinya dari Sunda. Tapi katanya selalu bertemu sosoknya di setiap hari Jum'at sebelum pandemi. Bahkan hampir semua orang di kalangan muslim di masjid ini, mengenalnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline