Lihat ke Halaman Asli

Alifis@corner

Seniman Serius :)

Survei: Problematika Mahasiswa Saat Kuliah Daring dan Solusinya

Diperbarui: 16 Juni 2020   03:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kuliah Daring (IDEApers)

Kuliah semester genap tahun akademik 2019/2020 sudah berlalu dan semester ganjil tahun akademik 2020/2021 hampir menjelang. Mahasiswa angkatan 2019 dan yang lebih senior sudah merasakan bagaimana menjalani kuliah daring (online) selama setengah semester.

Tak menutup kemungkinan di semester ganjil yang mulai bulan Agustus ini, kuliah daring masih diberlakukan mengingat pandemi covid-19 masih belum sepenuhnya bisa ditangani. Beberapa kampus sudah memberikan isyarat kuliah daring masih diberlakukan sampai Desember 2020, walau dalam perkembangannya masih melihat membaiknya situasi.

Proses pembelajaran dari rumah, menuntut ketersediaan sarana penunjang yaitu smartphone atau laptop, ketersediaan jaringan internet dan tentu saja paket data, sebagai tumpuan utama. Ketiga aspek ini cukup merepotkan mahasiswa yang 'study from home' dan terkendala dengan salah satu diantaranya. 

Survei  121 mahasiswa yang menjadi responden di satu prodi salah satu kampus ini mungkin bisa menjadi gambaran situasi mahasiswa saat kuliah daring dari sisi aksesilibitas gawai, jaringan dan paket data. Tercatat, 4 angkatan responden yang duduk di semester 2(9,9%), semester 4 (41,3%), semester 6 (43,0%) dan semester 8 (5,8%). Harapan kita tentu saja, di semester ganjil tahun akademik 2020/2021 yang sudah dekat ini mahasiswa lebih siap menjalani kuliah daring. Mahasiswa bisa berkaca dari pengalamannya dan mahasiswa baru dapat memahami situasi dan menyiapkan diri lebih dini.

Gawai Penunjang Kuliah Daring

Pilihan gawai untuk kuliah daring (dokpri)

Laptop atau smartphone menjadi gawai yang 'wajib' dimiliki mahasiswa untuk dapat mengikuti perkuliahan dengan lebih nyaman. Wajib dalam tanda petik disini, bukan berarti pemaksaan, karena realitasnya beberapa mahasiswa yang saya temui memang betul-betul tidak memilikinya.

Ini menjadi dilema tersendiri bagi dosen saat awal pandemi, memikirkan beban mental dan psikis mahasiswa tersebut di saat situasi mendadak berubah. Beberapa mahasiswa tersebut jelas tertinggal dalam mengikuti ritme kuliah daring tiap pekannya. Jangankan membeli barang dengan harga berkisar 1 sampai 2 jutaan ke atas.  Itu menjadi hal yang sangat mustahil sementara untuk kebutuhan sehari-hari terbatas dan harus digali kanan-kiri.

48,8% mahasiswa menggunakan gawai berupa laptop dan smartphone dan 40,5% cukup menggunakan smartphone. Artinya 87,6% mahasiswa sudah memiliki gawai  pendukung kuliah daring. Ada 12,4% mahasiswa yang mengandalkan laptop atau dan handphone klasik bisa dipastikan mengalami keterbatasan akses jika dosen membagikan materi dan tugas-tugas melalui aplikasi mobile yang menuntut gawai dengan spesifikasi lebih tinggi.

Ini menjadi tuntutan mahasiswa untuk dapat mengikuti proses pembelajaran semester depan dengan baik. Tapi, sekaligus menjadi beban orang tua jika harus membeli baru, berkaca pada artikel Kompas.id  'Normal baru harapan baru warga'  dimana 48,6% penghasilan orangtua menurun, dan 14,7% diPHK atau dirumahkan. 

Kepemilikan gawai untuk Kuliah Daring (dokpri)

Mahasiswa yang bijak tentu juga menyadari keterbatasan orang tua dimasa sulit seperti ini. Untuk menyediakan UKT (Uang Kuliah Tunggal) di bulan Juli tentu sudah menyedot anggaran, jika ditambah anggaran untuk smartphone seharga 2 jutaan, akan menambah putaran bintang-bintang di kepala.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline