Lihat ke Halaman Asli

Irza Rahmania

Mahasiswa Universitas Airlangga

Media Sosial Instagram @turnbackhoaksid Sebagai Sarana Klarifikasi Informasi Hoaks

Diperbarui: 16 Juni 2022   11:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

@turnbackhoaksid

Fenomena hoaks menjadi ancaman bagi kemajuan teknologi dan kebenaran informasi. Hoaks menjadi salah satu penyebab kekacauan informasi dalam era digital saat ini. Fenomena hoaks ini sering kali digunakan sebagai media untuk menyebarkan ujaran isu, mengalihkan isu, bahkan digunakan untuk mengadu domba netizen. Dalam membuat serta menyebarluaskan hoaks, pihak yang tidak bertanggung jawab terkadang tidak sadar telah menyebarkan informasi palsu. Hal ini dikarenakan masih banyak sekali orang-orang yang mencerna mentah-mentah informasi baru. Rendahnya tingkat kemampuan literasi digital menjadi salah satu isu yang patut diperhatikan, karena kemampuan literasi digital sangat penting dalam mengantisipasi dampak media. 

Perkembangan media sosial semakin memunculkan fenomena hoaks, seiring dengan perkembangan teknologi digital. Studi terbaru tentang hoaks menjelaskan bahwa media sosial dan internet telah mengubah cara hoaks tersebar. Hal ini disebabkan oleh kecepatan penyebaran informasi dan konektivitas publik. Lingkungan virtual memudahkan para pengguna dunia maya untuk membagikan berita viral tanpa memeriksa keakuratannya. Begitu desas-desus palsu sengaja disebarkan ke publik secara luas, hampir tidak mungkin untuk memperbaikinya. (Kasperek & Messersmith, 2015).  

Untuk debunking, fact-checking dan tabayyun suatu informasi, @turnbackhoaksid menggunakan metode klasifikasi ganda yang terdiri atas klasifikasi umum maupun akademis. Klasifikasi umum memiliki karakteristik lebih sederhana, dengan membedakan "Benar" atau "Hoaks" sesuai arti hoaks di KKBI. Sedangkan, agar lebih akurat menggunakan klasifikasi akademis mengadopsi 7 klasifikasi hoaks dari FirstDraft, yaitu:

  1. Satire (Parodi Hoaks): bentuk komedi yang menyindir, dan memiliki potensi untuk membohongi publik namun tidak mengandung unsur kejahatan. Komedinya bisa dalam bentuk lelucon, sarkas, dan ironi 
  2. Misleading Content (Konten Menyesatkan): Diciptakan untuk mampu mengubah opini publik dengan memberikan data-data yang dimanipulasi sehingga sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pencipta hoaks. Data ini bisa dalam bentuk visual maupun pernyataan. Tujuan dari konten ini adalah menjatuhkan individu atau lembaga yang dituju, dan bisa juga digunakan sebagai peralihan isu lainnya. 
  3. Imposter Content (Konten Tiruan): Hoaks yang bertujuan untuk menyalahartikan fakta yang ada dengan menggunakan tiruan dari fakta tersebut. Biasanya digunakan dalam informasi yang berisikan pernyataan tokoh-tokoh yang memiliki nama dan berpengaruh dalam masyarakat. 
  4. Fabricated Content (Konten Palsu): Berbeda dengan konten tiruan yang hanya memodifikasi sebagian dari fakta, konten palsu sepenuhnya dimodifikasi dan tidak dapat dipertanggungjawabkan serta merugikan penerima informasi seutuhnya. 
  5. False Connection (Koneksi Yang Salah): Dalam informasi hoaks ini, terdapat ketidaksinambungan antara judul, gambar, bahkan isi dari informasi yang dimuat juga jauh berbeda dengan judul yang ditampilkan. Biasanya ini dilakukan untuk menarik perhatian para pengguna media sosial untuk memperoleh popularitas dan keuntungan melalui judul-judul berita yang kontroversial, yang disajikan melalui clickbait (link jebakan) 
  6. False Context (Konteks Keliru): Mengaitkan isu-isu tidak benar terhadap sebuah fakta yang ada. Biasanya konten ini memuat narasi, visual, dan video nyata dengan narasi yang dipalsukan. 
  7. Manipulated Content (Konten Manipulasi): Adanya suntingan dan manipulasi terhadap narasi dan visual yang memang nyata terjadi. Tujuan konten manipulasi adalah untuk melakukan pembohongan publik. Biasanya yang dimanipulasi adalah informasi yang sebelumnya pernah beredar di media sosial terkemuka dan kredibel. Misalnya sebuah gambar dipotong dan digabungkan dengan gambar lain serta dibuatkan narasi yang baru akan kedua gambar yang telah dimanipulasi tadi. 

Publikasi Melalui Media Sosial, untuk mampu menangkal penyebaran dan pembuatan hoaks dalam masyarakat, media sosial dapat dipergunakan untuk melakukan pemeriksaan terhadap hasil publikasi yang beredar untuk mengetahui fakta maupun hoaks yang terkandung di dalamnya. Media ini diciptakan untuk menghadirkan instrumen alternatif yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi yang kredibel dan tetap mampu mempertahankan fungsi media sosial untuk menguatkan ikatan antar pengguna yang tergabung di dalamnya (Westerman & Helde, 2014). 

Dilansir dari akun media sosial Instagram @turnbackhoaksid, unggahan yang berisikan deskripsi hasil pemeriksaan fakta dan klarifikasi hoaks yang beredar dalam masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline