Good Morning Every Body, jam sudah menunjukkan angka 10 lewat 5 menit, Waktu Indonesia Berubah-ubah (WIB,--plesetan), pertanda aktivitas orang Aceh mulai padat, banyak kenderaan bermotor hilir-mudik menyusur jalan-jalan protokol Kutaradja, Ibu Kota Neugara Aceh (kalau Aceh jadi merdeka gitu lho,--hehehe). Sebenarnya, Kutaradja adalah nama lain untuk Banda Aceh, Ibu Kota Provinsi Aceh.
Pagi ini, aku sendiri sudah berkemas-kemas, dengan gaya seperti rambut biasa,--menyamping kekanan, ditambah kumis ala Hitler. Kata kawan-kawan, penampilan ku nampak seperti penjabat negara (hehe). Di balut kemeja lengan panjang berwarna putih bergaris kehijauan, menggunakan celana bahan hijau tua, dipadu rompi kaus kingston bermotif dengan latar hijau lumut. Dengan gaya yang begitu necis, saya yakin orang-orang tidak bakal menyangka kalau saat itu aku tak punya uang sama sekali.
Dengan pandangan mantap penuh percaya diri, menyetir sepeda motor bermerk fit x keluaran tahun 2009 yang aku pinjam dari kawan serumah, seakan dunia sudah siap tunduk dibawah genggaman tangan. Pagi ini, aku ada urusan mendadak. Agenda kilat tersebut diakibatkan oleh bunyi musik Unbreak My Heart yang dinyanyikan Toni Braxton dari ponsel BlackBerry kepunyaanku yang hadiahkan oleh seorang teman bulan lalu. Yach, tadi, aku di hubungi melalui telepon sellular oleh seorang yang mengaku Perwira Tinggi Polda Aceh, ia memintaku datang menghadap guna memberikan keterangan lebih terkait perkembangan kasus dugaan penipuan beasiswa Aceh Utara yang aku lapor ke polda Aceh bersama rekan-rakan sekitar 2 bulan yang lalu.
Perkara Beasiswa tersebut memang sudah boleh dikatakan sudah selesai, semua mahasiswa yang ditahan pembayaran beasiswanya tahun lalu sudah menerima hak mereka. Karena itu, aku hendak datang ke Polda Aceh dan menyampaikan hal itu kepada penyidik.
Sesudah menghubungi teman-teman untuk datang bersama ke polda, aku langsung menuju jalan protokol, sebab tempat ku di Lamdingin, untuk menuju Polda aku harus melewati Taman Ratu Safiatuddin. Sesampai di di Persimpangan, antara Jalan Utama dan Jalan ke Taman Safiatuddin, aku dikejutkan oleh seorang polisi lalu lintas, yang tiba-tiba menghentikan lajur sepeda motorku. Dengan sopan, polisi itu menyapa, "Selamat pagi pak, maaf mengganggu." Ada SIM pak? cecarnya lebih lanjut. Huh... gumamku dalam hati, sepertinya aku bakal di tilang nich, soalnya motor yang aku tunggangi tak punya kaca spion, dan memang benar aku ditilang, di jerat pasal 289 ayat (1) dengan denda maksimal Rp. 250.000..
Waduh... bisa ribet ini urusannya pikir ku, bagaimana aku bisa tepat waktu memenuhi janji ke Mapolda, sementara dipihak lain harus berurusan dengan perkara lalulintas,--yang sudah siap menjeratku dengan pasal-pasalnya. Aku sadar benar, kalau aku salah secara hukum. Jadi, walaupun kesal, aku mesti berhenti, sambil bersungut-sungut mendorong sepeda motor ke gardu polisi dekat kampus Akper depkes.
Ternyata bukan cuma aku seorang, yang mendapat ganjaran diberhentikan polantas, tapi masih ada lima orang lagi yang sudah menunggu di Pos Polisi itu, dengan tingkat kesalahan masing-masing.
Tidak seperti biasa, aku begitu sopan dengan polisi, aku juga heran. Memang polisi yang menghentikan ku tadi juga berlaku santun. Bolehlah, untuk dikategorikan baik, sesuai dengan standar operasional prosedur. Yang pasti, hari ini aku bertekad untuk berkelakuan baik, prilaku ini tentu bukanlah suatu sikap murni-ikhlas dari seorang demonstrans dan suka protes seperti Irwansyah Psa. Aku bersikap begini, pastinya dengan suatu latarbelakang politis, pat tacok ikhlas bak urusan lagee nyoe?.hahaha...
Bagiku ini saham jangka panjang, Hitung-hitungan nanti, sewaktu aku dicalonkan oleh pendukung menjadi Bupati Aceh Utara, karena sikap baik yang aku tunjukkan sekarang, pastinya pihak kepolisian akan memberikan Surat Keterangan Berkelakuan Baik (SKBB)."Surat keramat" itu merupakan prasyarat penting bagi seseorang politisi untuk dapat mengajukan diri sebagai calon pejabat negara dalam pemilu. Bagi kamu-kamu yang sudah mengenal Irwansyah Psa. aku katakan inilah alasan satu-satunya bagiku untuk bersikap sopan dihadapan mereka yang sudah terlanjur aku "cap buruk". Dalam pada itu, saya masih tetap mengakui, bahwa pasti ada dan mungkin bayak orang baik didalam institusi itu.
Walaupun sudah bersikap baik, aku tetap di jerat hukum lalulintas. Memang, sesuai hukum yang berlaku, aku sudah sepantasnya mendapatkan hukuman berupa denda. Pun demikian, pastinya aku tak akan membayar denda di jalan. Bagiku, lebih baik memilih membayar denda di pengadilan, daripada menitipkan uang denda kepada polisi di jalan. Setidaknya, uang yang nantinya harus ku bayar akan menjadi kas negara.
Walhasil, karena kelamaan di Gardu Polantas, aku tak bisa hadir ke Mapolda Aceh Hari Ini, Insyaallah, besok pagi aku akan datang dengan satu semangat, yaitu menyelesaikan perkara Beasiswa Mahasiswa Aceh Utara sampai tuntas.
cerita diatas hanya penggalan, perjalan saya hari itu, yang menurut saya lucu