Akhir tahun 2001, tanggal dan bulannya lupa, saat itu saya sedang menyelesaikan suatu keperluan di Dinas Pendidikan Propinsi Kalimantan Selatan. Kebetulan saya melihat di papan pengumuman mengikuti perkuliahan S2 khusus yang didanai oleh JSE, niat untuk ikutpun muncul. Tetapi setelah memperhatikan salah satu syarat, hal itu tidak mungkin untuk saya, maklum status saya waktu itu masih CPNS. Sedangkan salah satu syarat menyatakan minimal mempunyai pengalaman mengajar 8 tahun.
Memang segala sesuatu harus dimulai dari niat. Keinginan tersebut diberi peluang oleh pihak JSE bekerja sama dengan Departemen Pendidikan Nasional. Mereka akan memilih 40 orang guru dari wilayah timur Indonesia untuk lebih mendalami tentang CTL/RME dengan dikuliahkan di Universitas Negeri Surabaya untuk mata pelajaran matematika tanpa menyertakan syarat lama mengajar. Tes pertama untuk seleksi tingkat Kabupaten Hulu Sungai Utara, alhamdulillah, saya termasuk 2 (dua) orang yang terpilih untuk mengikuti tes berikutnya di Tingkat Propinsi. Saat seleksi untuk Tingkat propinsipun, saya akhirnya terpilih untuk mengikuti perkuliahan di universitas Negeri Surabaya yang berlokasi di Ketintang.
Jeda antara pengumuman yang dikirimkan langsung dan batas regestrasi ulang untuk mengikuti perkuliahan saat itu sangat mepet. Masalah yang saya hadapi waktu itu adalah saya akan berangkat seorang diri dan itu adalah pengalaman pertama saya keluar daerah, pertama kali ke Surabaya. Akhirnya, dengan berpegang kepada pepatah "banyak bertanya tidak akan sesat di jalan", akhirnya sampai juga saya ke gedung Rektorat Pasca Sarjana Universitas Negeri Surabaya.Banyak sih hal-hal lucu dan berkesan selama perjalanan, tapi untuk menyingkat kisah, hal itu tidak saya ceritakan di sini.
Selama dua tahun enam bulan mengikuti perkuliahan, pengalaman yang sepertinya patut disampaikan di sini adalah bagaimana sulitnya menulis karya tulis dan mempresentasikanya untuk pertama kali. Saya baru mampu menyelesaikan tugas karya tulis pertama setelah 1 (satu) bulan lamanya. Kalau dihitung-dihitung, entah berapa puluh jam sehari yang saya butuhkan duduk di depan komputer dan berapa banyak kertas bekas coretan tulisan karya tulis yang akan saya buat. Masalah bukan berhenti sampai selesai membuat karya tulis itu saja. Ternyata karya tulis yang telah dibuat harus dipresentasikan, tapi sebelumnya terlebih dahulu harus diperiksa oleh dosen(profesor) mata kuliah. Dapat diterka, makalah yang telah saya buat dengan susah payah, waktu diserahkan balik, penuh dengan coretan merah dan label "tanda tanya" untuk setiap halamannya. Saat presentasipun, setiap ucapan yang salah tidak lepas dari semprotan sang Profesor. Kejadian itu sempat membuat saya galau (istilah anak muda sekarang), kenapa perlakuan dari dosen berbeda terhadap teman-teman yang mempunyai kesalahan sama seperti saya, dan kenapa setiap kali pertemuan mata kuliah, kok ya saya yang selalu salah. Sempat terbersit waktu itu untuk mundur, untunglah dengan motivasi dari keluarga dan semangat pantang mundur walaupun mendapat perlakuan berulang setelahnya, pikiran itu saya hilangkan.Akhir perkuliahan barulah saya sadari, ternyata perlakuan berbeda yang saya alami adalah didikan untuk saya bertindak dan berucap yang berguna di kemudian hari dikarenakan waktu itu, saya adalah mahasiswa termuda dibandingkan teman-teman lainnya
Itulah barangkali kisah inspiratif yang dapat saya ceritakan. Ada beberapa hal yang dapat diambil hikmahnya yang selalu saya tekannya saat memberi pelajaran ke peserta didik.
1. Niatkan sesuatu yang ingin dicapai.
2. Banyak -banyaklah bertanya kalau tidak memahami dan mengetahui sesuatu. Jangan takut nanti dicap "bodoh" atau istilah apapun yang senada.
3. Pantang mundur dalam melakukan apapun, kerja keras yang kita lakukan pasti diganjar pula dengan hasil yang sesuai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H