Bisnis perbankan di Indonesia saat ini secara umum relatif stabil, dalam arti sejak terjadinya krisis moneter 1998, belum ada lagi kejadian yang membangkrutkan beberapa bank sekaligus.
Memang, satu atau dua bank ada yang menghadapi masalah besar, tapi ini bersifat case by case, bukan gejala yang menimpa mayoritas perbankan nasional.
Beberapa pengamat ekonomi memperkirakan masa depan perbankan tidaklah cerah, karena begitu dominannya pengaruh financial technology (fintech).
Faktanya, sekarang orang yang datang ke kantor bank sudah semakin sedikit, karena semua kebutuhan transaksinya bisa dipenuhi melalui ponsel sambil rebahan di rumah.
Tapi, banyak bank yang dengan cerdas ikut masuk ke bisnis fintech, sehingga yang terjadi bukan persaingan yang mematikan, melainkan kolaborasi.
Persoalannya, apakah bank yang punya kemampuan fintech akan jadi bank yang spesialis di bidang pelayanan fintech, atau menjadi bank generalis dan fintech hanya menjadi salah satu bisnisnya.
Bank Jago menjadi contoh bank spesialis dan menyebutkan banknya sebagai bank digital. Bank ini terintegrasi dengan pelayanan aplikasi Gojek.
Bank-bank papan atas rata-rata mengakuisisi bank kecil dan menjadikannya sebagai anak perusahan dengan spesialisasi bank digital. Contohnya, Bank Rakyat Indonesia (BRI) punya anak perusahaan Bank Raya.
Berbicara soal bank spesialis versus bank generalis, ini sebenarnya soal klasik yang perlu diperhatikan manajemen bank dalam mengembangkan bisnisnya.
Jika bank melayani semua segmen dan menyediakan semua produk perbankan, disebut sebagai generalis. Jika fokus ke segmen tertentu disebut sebagai spesialis.