Pada akhir tahun lalu, berkembang wacana atau isu akan dibentuknya lembaga baru oleh Presiden Prabowo Subianto, sebagai pengganti Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Lembaga baru tersebut akan lebih business oriented, dan menjadi semacam superholding company bagi semua BUMN. Kira-kira seperti Temasek di Singapura dan Khazanah di Malaysia.
Nah, sekarang wacana itu sudah dalam wujud yang jelas dengan telah dibentuknya Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
Institusi baru yang dibentuk untuk mengelola semua aset kekayaan negara itu, diharapkan bebas dari intervensi politik atau dari proses pengambilan keputusan yang birokratis.
Badan ini akan menjadi superholding (induk perusahaan tertinggi) BUMN, sekaligus penyedia dana untuk membiayai pembangunan melalui dividen (pembagian laba) dan pajak yang dibayar oleh BUMN.
Pada 22 Oktober 2024 lalu, Presiden Prabowo Subianto melantik mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Muliaman Darmansyah Hadad menjadi Kepala BPI Danantara. Kemudian, Direktur Utama PT PAL Indonesia, Kaharuddin Djenod menjadi Wakil Kepala Badan Pelaksana BPI Danantara.
Struktur organisasi Danantara dibagi dua bagian, yakni Dewan Pengawas (Dewas) dan Badan Pelaksana. Adapun Dewas akan diketuai secara ex officio oleh Menteri BUMN yang sekarang dijabat Erick Thohir.
Danantara disebutkan akan mengelola investasi di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan mengambil alih sebagian fungsi Kementerian BUMN.
Kementerian BUMN akan fokus menjalankan tugas sebagai regulator, sedangkan yang menjadi eksekutor adalah BPI Danantara. Artinya, Kementerian BUMN tidak bubar seperti yang diisukan sebelumnya, namun akan berbagi peran dengan Danantara.
BPI Danantara punya kedudukan yang kuat karena dibentuk melalui pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN, menjadi UU.