Koalisi Indonesia Maju (KIM) berhasil mengantarkan pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menjadi Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada Pilpres yang lalu.
Namun demikian, Prabowo mungkin merasa belum sepenuhnya nyaman, sehingga partai lain pun diajak bergabung dalam pemerintahan mendatang. Maka, saat ini nama koalisinya telah diubah jadi KIM Plus.
Partai Nasdem, PKS dan PKB akhirnya merapat. PDIP pun ada kemungkinan akan bergabung seiring berhembusnya berita rencana pertemuan Prabowo dan Megawati, Ketua Umum PDIP.
Selama ini, sudah menjadi kelaziman, setiap partai politik yang masuk dalam koalisi pemerintah, akan mendapat jatah menteri di kabinet.
Tidak hanya itu, jatah tersebut bisa pula di berbagai lembaga negara lainnya, termasuk tak sedikit duta besar dan komisaris BUMN yang diisi oleh orang partai.
Di lain pihak, Prabowo mengatakan akan membentuk Zaken Kabinet, yakni kabinet yang beranggotakan para menteri yang direkrut dari kalangan profesional.
Pengertian zaken kabinet lebih kurangnya adalah kabinet yang para menterinya berasal dari orang-orang yang ahli, bukan representasi dari partai tertentu.
Nah, bukankah akan terjadi kondisi tarik menarik antara kekuatan parpol yang ingin menempatkan orangnya di kabinet dengan kehendak presiden terpilih yang ingin zaken kabinet?
Memang, pada akhirnya tentu presiden yang berhak memutuskan, karena beliau pemegang hak prerogatif yang tak dapat diganggu.
Tapi, apa jadinya bila para menteri dari kalangan profesional nantinya direcoki oleh parpol saat rapat dengar pendapat antara pemerintah dan anggota DPR di gedung parlemen?