Setiap Marni mengirim pesan singkat yang isinya minta bantuan dana untuk berbagai urusan, saya merasa itulah kesempatan yang diberikan Allah kepada saya untuk berbuat baik.
Berbagai urusan tersebut, maksudnya mulai keperluan untuk membeli beras, membayar tunggakan sewa rumah yang teramat sederhana, dan yang paling sering adalah untuk membeli obat.
Marni memang mengidap sakit kronis yang membuat tubuhnya mengalami kelumpuhan di bagian tertentu. Kalau berjalan, ia perlu memakai tongkat.
Suaminya bekerja serabutan, tapi lebih banyak menganggur ketimbang bekerja. Memang, dengan menganggur, suami Marni bisa mendampingi Marni di rumah.
Namun, konsekuensinya adalah sumber pendapatannya jadi tidak menentu. Dalam kondisi seperti itu, bisa dipahami betapa sulitnya kehidupan Marni.
Tidak kepada saya saja Marni relatif sering mengirim pesan singkat. Hal yang sama dikirimkannya ke beberapa famili atau kerabatnya.
Anak Marni ada 3 orang, yang tinggal bersamanya sekarang adalah anak bungsu. Anak-anaknya yang lain diasuh oleh kakak Marni yang tinggal di kota lain.
Satu di anatara anak Marni yang ikut kakaknya, yakni anak sulung, bekerja di sebuah minimarket dan telah dipersunting lelaki yang satu kota dengannya.
Marni sekarang tinggal di sebuah kelurahan yang padat penduduk di Tangerang, Banten. Dulunya, Marni tinggal di kampungnya di Sumtera Barat.
Sayangnya, Marni belum berhasil melakukan pindah KTP ke tempat domisilinya sekarang. Alhasil, ia tidak dapat bantuan sosial dan Kartu BPJS Kesehatan pun tidak punya atau sudah tidak aktif.